Sahabat.com - Penelitian terbaru mengungkap fakta yang semakin memperkuat pepatah lama “perut rata dibuat di dapur” dan “tidak bisa lari dari pola makan buruk.”
Studi yang diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciences ini menemukan bahwa pola makan memiliki peran lebih besar dalam pengendalian berat badan dibandingkan seberapa banyak kita bergerak.
Dengan kata lain, obesitas lebih banyak dipicu oleh apa yang kita konsumsi, bukan karena kita kurang aktif secara fisik.
Amanda McGrosky, PhD, asisten profesor biologi di Elon University sekaligus penulis studi ini, menegaskan, “Ini bukan berarti aktivitas fisik tidak penting, sama sekali tidak. Namun jika tujuan Anda adalah menurunkan berat badan, olahraga saja tidak cukup tanpa pengaturan pola makan yang tepat.”
Penelitian ini melibatkan lebih dari 4.000 peserta dari berbagai belahan dunia, mulai dari petani dan pemburu tradisional yang aktif hingga masyarakat di negara industri yang lebih banyak duduk.
Hasilnya, mereka yang tinggal di negara maju memang cenderung memiliki indeks massa tubuh dan persentase lemak tubuh lebih tinggi, namun jumlah kalori yang mereka bakar per hari hanya sedikit lebih rendah dibandingkan masyarakat di wilayah kurang berkembang.
“Jika pengeluaran energi tidak banyak berubah, berarti yang berubah adalah asupan kalori,” jelas McGrosky kepada Health.
Ahli endokrinologi dari Weill Cornell Medicine, Rekha Kumar, MD, MS, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, juga mengamini temuan tersebut.
“Jika pola makan tidak mendukung penurunan berat badan, tidak ada jenis olahraga yang bisa menandingi dampak buruknya,” ujarnya.
Hal ini sejalan dengan puluhan tahun riset yang menunjukkan bahwa kontribusi olahraga terhadap penurunan berat badan relatif kecil dibandingkan diet.
Salah satu alasannya, menurut Kumar, tubuh memiliki kemampuan beradaptasi terhadap peningkatan aktivitas fisik sehingga kalori yang dibakar tidak terus bertambah seiring peningkatan intensitas olahraga.
Sebaliknya, jika kita banyak duduk, tubuh juga memiliki cara membakar energi ekstra, sehingga perbedaan total kalori yang terbakar antar populasi ternyata tidak signifikan.
Meski begitu, para ahli menegaskan bahwa olahraga tetap sangat penting untuk kesehatan fisik dan mental.
Max Petersen, MD, PhD, dari Washington University menyebutnya sebagai “intervensi paling ampuh untuk memperpanjang umur, melebihi obat atau terapi apa pun.”
Namun, untuk mengelola berat badan, fokus utama tetap harus pada mengontrol asupan makanan.
Pakar gizi menyarankan untuk memperbanyak konsumsi buah, sayuran segar, biji-bijian utuh, kacang-kacangan, dan protein tanpa lemak, sambil mengurangi makanan ultra-proses yang cenderung membuat kita makan berlebihan.
McGrosky menambahkan bahwa pemerintah dan pihak kesehatan masyarakat juga berperan besar dalam memastikan makanan segar dan sehat lebih mudah diakses dan terjangkau, karena “kadang membeli sekantong keripik lebih murah daripada sekantong wortel.”
0 Komentar
Liburan Bisa Picu Serangan Jantung? Waspada Holiday Heart Syndrome Saat Natal dan Tahun Baru
Anak Minta Smartphone Sejak Dini? Studi Ini Bongkar Usia Paling Aman dan Dampaknya bagi Kesehatan
Trik Bugar Usia 40+: Rahasia Latihan dari Pelatih Selebriti yang Bikin Tubuh Tetap Kuat & Awet Muda
Kok Bisa? Atlet Justru Punya Risiko Gangguan Irama Jantung Lebih Tinggi, Ini Penjelasannya
Sydney Sweeney Pamer Foto Berani Saat Bersiap ke Premiere ‘The Housemaid’, Netizen Terpukau
Riset Terbaru Ungkap Manfaat Kerja dari Rumah untuk Kesehatan Mental, Wanita Paling Diuntungkan
Riset Baru Ungkap Risiko Tersembunyi Tato: Bisa Ganggu Imunitas hingga Pengaruh Vaksin
Terbukti! Punya Hewan Peliharaan Bikin Lansia Lebih Panjang Umur dan Otak Tetap Tajam
Ramalan Shio Kuda 2026: Karier, Cinta, dan Kondisi Finansial
Leave a comment