Kamu Nggak Akan Percaya! Ternyata Kita Sendiri yang Bikin Gigitan Kutu Jadi Mematikan!

20 Juni 2025 14:01
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Setiap kutu bisa mengisap darah dari berbagai hewan selama hidupnya, dan saat itu juga dia menyerap virus dan bakteri berbahaya—yang nantinya bisa dia tularkan saat menggigit mangsa berikutnya.

Sahabat.com - Kalau dengar kata "kutu", kamu mungkin langsung membayangkan makhluk kecil menyeramkan yang suka menempel diam-diam saat kamu lagi jalan-jalan di hutan atau bersantai di taman.

Ternyata, ketakutan itu nggak berlebihan. Di Amerika Serikat, penyakit akibat gigitan kutu adalah penyakit bawaan vektor yang paling sering ditemukan. 

Setiap kutu bisa mengisap darah dari berbagai hewan selama hidupnya, dan saat itu juga dia menyerap virus dan bakteri berbahaya—yang nantinya bisa dia tularkan saat menggigit mangsa berikutnya.

Beberapa di antaranya bisa bikin manusia jatuh sakit parah, bahkan bisa berujung kematian kalau nggak ditangani. Sebut saja penyakit Lyme, babesiosis, dan Rocky Mountain spotted fever. 

Tapi ternyata, di balik setiap gigitan kecil kutu, tersembunyi juga sejarah panjang soal lingkungan, sosial, dan bahkan epidemiologi.

Yang mengejutkan, penyebab kutu menyebarkan penyakit seganas ini ternyata... ya, kita sendiri. Itulah kenapa kutu jadi begitu menarik bagi sejarawan lingkungan. 

Di Amerika Serikat bagian timur laut, hutan-hutan besar sempat ditebang habis-habisan sejak abad ke-18 sampai 19 demi membuka lahan pertanian dan pertambangan. 

Akibatnya, banyak hewan liar punah, termasuk pemangsa alami seperti beruang dan serigala, juga rusa yang sempat menghilang. Tapi ketika manusia mulai sadar nilai penting pohon, jutaan hektar hutan ditanami lagi. Nah, saat hutan kembali tumbuh, rusa datang lagi—tapi para predatornya tidak. Akhirnya populasi rusa meledak, dan datanglah si kutu rusa pembawa bakteri Lyme.

“Begitu kutu mengisap darah dari hewan yang terinfeksi, dia bisa bawa bakteri itu ke korban selanjutnya,” jelas para ahli. 

Buat manusia, penyakit Lyme bisa bikin demam, kelelahan ekstrem, dan kalau nggak diobati bisa menyerang sistem saraf. Mulai tahun 1970-an, wilayah timur AS jadi episentrum penyakit Lyme, dan pada 2023, lebih dari 89.000 orang di sana dilaporkan terinfeksi. Bisa jadi jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi.

Masalah ini nggak cuma terjadi di Timur. Di California, daerah pegunungan Santa Cruz dan Inner Coast yang memeluk San Francisco dari utara dan selatan memang nggak pernah dibabat habis. Di sana, predator seperti singa gunung dan coyote masih hidup. Tapi masalah baru muncul saat kebutuhan rumah makin meningkat. 

Banyak orang mulai membangun rumah di area liar, memaksa alam beradaptasi. Kutu jenis Ixodes pacificus, alias western black-legged tick, malah cenderung lebih suka area hijau yang terfragmentasi kecil-kecil ketimbang hutan besar. 

Rumah-rumah yang dibangun berjauhan di bukit-bukit malah menciptakan habitat ideal untuk tikus dan hewan kecil lain yang jadi inang kutu.

“Semakin kecil dan terisolasi suatu habitat, semakin mudah penyakit menyebar di antara hewan pembawa,” begitu penjelasan para ahli ekologi. 

Ini bikin kutu jadi lebih berbahaya karena peluang menularkan bakteri meningkat drastis. Enam wilayah di sekitar San Francisco menyumbang hampir setengah dari semua kasus penyakit akibat gigitan kutu di California. Serem, ya?

Kalau kamu pikir kutu cuma masalah di hutan dan kota, tunggu sampai dengar kisah dari Texas. Tahun 1892, seorang dokter bernama B.A. Rogers bilang bahwa wabah demam sapi Texas berasal dari kutu. Tapi teorinya ditertawakan habis-habisan, bahkan disindir di jurnal medis lokal. 

“Sekresi cairan kutu, dipercaya sebagai racun penyebab demam... karena kutu juga suka ngunyah tembakau seperti orang Texas, jadi kemungkinan besar racunnya adalah air ludah tembakau,” tulis mereka sinis.

Tapi ternyata Rogers benar. Pemerintah akhirnya memulai program pengendalian kutu pada tahun 1906, dan pada 1943, demam sapi berhasil dihapuskan dari 14 negara bagian. Mereka bikin zona karantina khusus sepanjang 580 mil di sepanjang perbatasan Texas-Meksiko. 

Inilah bukti bahwa pemanfaatan ruang alam secara bijak bisa jadi senjata penting dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Beralih ke kawasan Mediterania dan Asia, ada kutu pemburu (Hyalomma spp.) yang sewaktu kecil mengisap darah tikus dan kelinci, tapi saat dewasa lebih suka hewan ternak. Dulu sih mereka cuma ganggu penggembala nomaden. 

Tapi sejak 1850-an, ketika Kekaisaran Ottoman memaksa suku-suku pengembara menjadi petani tetap, habitat kutu jadi lebih ideal. Akibatnya, kasus penyakit seperti demam berdarah Krimea-Kongo yang mematikan meningkat tajam di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Turki.

Sulit memang untuk merasa simpati pada makhluk kecil pengisap darah ini. Tapi tetap saja, kutu bukanlah penjahat tunggal. Mereka cuma produk dari lingkungan, dan manusia lah yang sering kali secara nggak sadar membantu mereka jadi parasit berbahaya seperti sekarang. Jadi, kalau kamu ketemu kutu musim panas ini—tetap waspada, ya. 

Tapi ingat juga, mereka berbahaya karena kita pun ikut andil dalam menciptakan lingkungan yang mendukung mereka.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment