Riset Terbaru Ungkap Manfaat Kerja dari Rumah untuk Kesehatan Mental, Wanita Paling Diuntungkan

08 Desember 2025 16:47
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Seseorang bekerja dengan laptop di rumah sebagai ilustrasi tren work from home.

Sahabat.com - Bekerja dari rumah sekarang sudah jadi bagian dari gaya kerja modern, termasuk di Australia. Tapi satu pertanyaan besar masih muncul: sebenarnya, kerja dari rumah itu baik untuk kesehatan mental atau justru sebaliknya? Sebuah studi panjang selama dua dekade—melibatkan lebih dari 16.000 pekerja—akhirnya memberi jawaban yang cukup mengejutkan.

Dalam penelitian yang diungkap oleh Jan Kabatek dan Ferdi Botha, para peneliti menjelaskan bahwa efek kerja dari rumah ternyata sangat berbeda antara pria dan wanita. 

“Kami menemukan bahwa kerja dari rumah memberikan dorongan signifikan pada kesehatan mental perempuan, terutama mereka yang sebelumnya berada pada kondisi mental kurang baik,” ujar para peneliti itu dalam laporannya.

Selama 20 tahun, data menunjukkan bahwa waktu perjalanan ke kantor hampir tidak memengaruhi kesehatan mental wanita. Namun bagi pria, semakin lama waktu perjalanan, semakin besar potensi penurunan kondisi mental—meskipun dampaknya terbilang kecil.

Yang paling menarik, pola kerja hybrid justru menjadi formula paling ideal bagi wanita. Bekerja dari rumah sebagian besar waktu, namun tetap datang ke kantor 1–2 hari per minggu, memberikan peningkatan kesehatan mental setara dengan kenaikan pendapatan rumah tangga hingga 15%. Peneliti menegaskan bahwa manfaat ini bukan hanya soal hemat waktu perjalanan, tetapi juga berkurangnya stres kerja dan lebih mudahnya mengatur keseimbangan hidup.

Sementara itu, pria tidak menunjukkan perubahan kesehatan mental yang berarti, apa pun pola kerja yang dijalani. Hal ini diduga berkaitan dengan pembagian tugas rumah tangga yang masih timpang, serta fakta bahwa jaringan sosial pria lebih banyak terbentuk di lingkungan kerja.

Kesimpulannya, kerja dari rumah paling membantu mereka yang memang memiliki kondisi mental rentan. Wanita dengan kesehatan mental kurang baik mendapatkan dorongan paling besar, sedangkan pria cenderung merasakan dampak lebih kecil—meski tetap terbantu lewat minimnya waktu perjalanan.

Para ahli pun menyarankan pekerja untuk mengenali pola kerja yang paling sesuai dengan kondisi mental masing-masing. Sementara itu, perusahaan diimbau membuka opsi kerja fleksibel dan tidak memaksakan kebijakan “wajib ngantor” untuk semua karyawan. Riset ini juga menegaskan pentingnya kebijakan publik yang mendukung transportasi lebih efisien dan akses terhadap layanan kesehatan mental.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment