Sahabat.com - Satu dari 12 anak di seluruh dunia terpapar pada eksploitasi seksual anak dan pelecehan online, sebuah masalah yang semakin memburuk akibat perkembangan pesat media sosial.
Para ahli memperingatkan bahwa eksploitasi seksual anak secara online merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendesak dan semakin meningkat, yang difasilitasi oleh faktor aksesibilitas, keterjangkauan, dan anonimitas.
Menurut data dari CyberTipline, layanan pelaporan milik Pusat Nasional untuk Anak Hilang dan Dieksploitasi di AS, lebih dari 3,2 juta laporan mengenai gambar dan video dugaan eksploitasi anak diterima pada tahun 2023. Angka ini menunjukkan peningkatan 13 persen dibandingkan tahun 2022 dan 23 persen lebih tinggi dibandingkan laporan tahun 2021.
Di Inggris, NSPCC melaporkan bahwa kasus grooming anak secara online meningkat 89 persen dalam enam tahun terakhir, dengan 7.000 kasus komunikasi seksual dengan anak tercatat oleh polisi pada tahun anggaran lalu.
Eksploitasi seksual anak secara online dapat mencakup grooming, sexting yang tidak diinginkan, pemerasan seksual, dan paparan pornografi.
Sebuah meta-analisis yang diterbitkan di The Lancet: Child and Adolescent Health pada Januari 2025 menemukan bahwa penyalahgunaan berbasis gambar dan permintaan seksual online adalah jenis pelecehan yang paling umum, mempengaruhi rata-rata satu dari delapan anak. Selain itu, satu dari 21 anak terpengaruh oleh eksploitasi seksual online, dan satu dari 28 anak terpengaruh oleh pemerasan seksual.
Peneliti juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam tingkat eksploitasi seksual dan pelecehan anak secara online.
“Temuan ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa perempuan lebih sering menjadi korban eksploitasi dan pelecehan anak,” kata para peneliti.
Peneliti menambahkan, perkembangan cepat media sosial dan cara-cara baru untuk mengaksesnya membuat estimasi skala penuh dari eksploitasi anak secara online menjadi tantangan besar.
Dalam tinjauan yang mencakup 123 studi dari berbagai negara, mereka menemukan bahwa penyalahgunaan berbasis gambar dan video paling banyak dilaporkan di Eropa Tengah, Timur, dan Barat, diikuti oleh Australia.
Para peneliti menegaskan perlunya peningkatan legislatif dan upaya pencegahan untuk melindungi anak-anak di dunia maya. Mereka juga mendorong peningkatan pendidikan bagi anak-anak, remaja, orang tua, dan guru mengenai risiko eksploitasi seksual online.
Rani Govender, manajer kebijakan untuk keselamatan anak secara online di NSPCC, menyatakan keprihatinannya terkait meningkatnya grooming online. Ia menambahkan bahwa platform pesan pribadi sering kali disalahgunakan oleh pelaku untuk menargetkan anak-anak, karena layanan tersebut tidak memiliki perlindungan yang memadai.
“Grooming online dapat berdampak seumur hidup bagi korban. Oleh karena itu, penting agar Undang-Undang Keselamatan Online diterapkan lebih ambisius untuk mengatasi krisis ini,” katanya.
0 Komentar
6 Manfaat Mengonsumsi Dua Kurma Setiap Hari untuk Kesehatan
7 Cara Mudah Meningkatkan Kesehatan Jantung dengan Berjalan Kaki
Leave a comment