Pernah Dibuntuti atau Dapat Ancaman? Waspadai Risiko Serangan Jantung dan Stroke!

11 Agustus 2025 19:57
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Penelitian yang dimuat di jurnal Circulation menunjukkan bahwa perempuan yang pernah menjadi korban penguntitan atau mengajukan perintah perlindungan memiliki peluang lebih tinggi mengalami penyakit jantung dan stroke dibanding mereka yang tidak pernah mengalaminya.

Sahabat.com - Pernah merasa dibuntuti, diikuti diam-diam, atau bahkan terpaksa mengajukan surat perintah perlindungan? 

Ternyata, pengalaman itu bukan hanya meninggalkan luka psikologis, tapi juga bisa meningkatkan risiko terkena serangan jantung dan stroke di kemudian hari. 

Penelitian yang dimuat di jurnal Circulation menunjukkan bahwa perempuan yang pernah menjadi korban penguntitan atau mengajukan perintah perlindungan memiliki peluang lebih tinggi mengalami penyakit jantung dan stroke dibanding mereka yang tidak pernah mengalaminya.

“Meski kekerasan terhadap perempuan cukup umum terjadi, dampaknya terhadap kesehatan jantung masih jarang diakui oleh tenaga medis,” kata Rebecca B. Lawn, Ph.D., peneliti epidemiologi dari Harvard T.H. Chan School of Public Health. 

Ia menegaskan, perlu melihat faktor risiko kesehatan jantung perempuan dari sisi yang jarang dibahas, termasuk kekerasan non-fisik seperti stalking.

Data menunjukkan 1 dari 3 perempuan pernah mengalami penguntitan. Dalam penelitian ini, hampir 12% partisipan mengaku pernah dibuntuti, dan hampir 6% pernah mengajukan perintah perlindungan. Selama 20 tahun penelitian terhadap lebih dari 66 ribu perempuan, hasilnya mengejutkan: korban penguntitan memiliki risiko 41% lebih tinggi terkena penyakit jantung, sementara mereka yang pernah mengajukan perintah perlindungan berisiko 70% lebih tinggi.

“Stalking sering dianggap tidak serius karena tidak melibatkan kekerasan fisik, padahal dampaknya bisa sangat besar,” jelas Lawn. 

Stres kronis akibat rasa takut dan tidak aman dapat mengganggu fungsi saraf, pembuluh darah, hingga memicu masalah kesehatan jangka panjang.

Menurut Harmony R. Reynolds, M.D., pakar kardiologi dari NYU Grossman School of Medicine, rasa tidak aman yang berlangsung lama dapat membuat tubuh terus berada dalam kondisi siaga, yang pada akhirnya memperburuk kesehatan jantung. 

“Stres akibat pengalaman buruk sering kita pikirkan berulang kali. Dukungan sosial bisa membantu mengurangi efeknya, entah dari keluarga, teman, atau profesional,” ujarnya.

Temuan ini menjadi pengingat bahwa menjaga kesehatan jantung bukan hanya soal diet dan olahraga, tetapi juga keamanan dan kesehatan mental. Jika pernah mengalami penguntitan, penting untuk mencari dukungan dan perlindungan sejak dini.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment