Ponsel Pintar Bisa Bongkar Risiko Tersembunyi Gangguan Mental, Ini Temuan Mengejutkan

11 Agustus 2025 14:38
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Penelitian terbaru yang diterbitkan di JAMA Network Open mengungkap bahwa jejak digital dari kebiasaan harian yang terekam di ponsel dapat menunjukkan tanda-tanda awal masalah psikologis, bahkan sebelum gejalanya terlihat jelas.

Sahabat.com - Ponsel yang kita genggam setiap hari ternyata tidak hanya sekadar alat komunikasi atau hiburan, tetapi juga bisa menjadi “detektor” halus untuk kesehatan mental. 

Penelitian terbaru yang diterbitkan di JAMA Network Open mengungkap bahwa jejak digital dari kebiasaan harian yang terekam di ponsel dapat menunjukkan tanda-tanda awal masalah psikologis, bahkan sebelum gejalanya terlihat jelas.

Para ilmuwan dari University of Michigan, University of Minnesota, dan University of Pittsburgh memanfaatkan sensor ponsel untuk memantau perilaku sehari-hari seperti pola tidur, tingkat aktivitas fisik, hingga frekuensi penggunaan ponsel. Hasilnya menunjukkan pola yang tak terduga—mulai dari lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, bangun lebih siang, hingga jarang mengisi daya ponsel—yang ternyata berkaitan dengan berbagai kondisi kesehatan mental.

Profesor psikologi Aidan Wright dari University of Michigan menjelaskan, perilaku seperti jarangnya menelepon atau berkurangnya aktivitas fisik dapat menjadi sinyal adanya masalah seperti penarikan diri secara sosial atau penurunan kondisi fisik. 

“Temuan ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk utama gangguan mental dapat dideteksi melalui sensor ponsel pintar, dan teknologi ini berpotensi digunakan untuk memantau gejala serta meneliti berbagai masalah psikiatri,” ujarnya.

Penelitian ini melibatkan 557 orang dewasa selama 15 hari pada tahun 2023, menjadikannya salah satu studi terbesar di bidangnya. Meski teknologi sensor ponsel dan perangkat wearable sudah banyak digunakan, Wright mengakui kemajuan dalam mendeteksi dan memantau gangguan mental masih terbilang lambat karena kebanyakan penelitian digital psikiatri belum mempertimbangkan bagaimana penyakit mental tersusun dalam diri seseorang ketika menentukan target pemantauan.

Ia menambahkan, penggunaan diagnosis tradisional seperti DSM-5 sering kali kurang efektif karena gejalanya sangat beragam dan kerap tumpang tindih dengan diagnosis lain. Hal ini membuat sulit untuk mengetahui sumber perilaku yang diamati. 

“Dengan kata lain, diagnosis ini kurang mampu memisahkan gangguan mental secara jelas,” tegas Wright.

Asisten profesor psikologi Whitney Ringwald dari University of Minnesota, yang juga penulis utama studi ini, mengatakan bahwa hasil penelitian ini membantu memahami mengapa berbagai bentuk gangguan psikologis bisa mengganggu fungsi seseorang dalam kehidupan sehari-hari. 

Wright menekankan, masalah kesehatan mental sering muncul secara perlahan dan akan jauh lebih baik jika ditangani sejak awal. 

“Kemampuan menggunakan pemantauan pasif untuk menghubungkan seseorang dengan bantuan sebelum kondisinya parah akan memberi manfaat besar, termasuk hasil yang lebih baik, biaya lebih rendah, dan mengurangi stigma,” pungkasnya.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment