Vaksin COVID untuk Anak Sehat dan Ibu Hamil Tidak Direkomendasikan Lagi?!

02 Juni 2025 14:55
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Berita ini datang setelah FDA memberlakukan persyaratan lebih ketat untuk booster COVID pada orang sehat di bawah 65 tahun. Perusahaan vaksin sekarang wajib menunjukkan data uji coba terkontrol acak untuk membuktikan bahwa booster benar-benar efektif.

Sahabat.com - Baru-baru ini Kementerian Kesehatan Amerika Serikat (HHS) bikin geger dengan mengumumkan bahwa mereka tidak lagi merekomendasikan vaksin COVID-19 untuk anak-anak sehat dan ibu hamil. 

Pengumuman ini muncul dalam sebuah video yang diunggah di X oleh Menteri HHS, Robert F. Kennedy Jr., bareng Jay Bhattacharya, MD, PhD (direktur NIH), dan Martin Makary, MD, MPH (komisaris FDA). 

Jadi, seolah-olah mereka bilang “pandemi sudah berlalu, saatnya move on”, padahal banyak dokter dan ahli kesehatan yang masih khawatir.

Robert Kennedy menjelaskan kalau keputusan ini diambil karena kurangnya data klinis yang mendukung efektivitas booster COVID di kalangan anak-anak. Makary menambahkan bahwa beberapa negara lain juga sudah mencabut rekomendasi vaksin bagi anak. Namun, mereka sama sekali tidak menjelaskan alasan khusus terkait ibu hamil. 

“Situasi pandemi COVID-19 sudah di belakang kita, sekarang waktunya bergerak maju,” kata juru bicara HHS dalam pernyataan kepada media Health. 

“HHS dan CDC tetap berkomitmen pada sains standar emas dan memastikan kesehatan semua warga Amerika—terutama anak-anak—dengan common sense.” 

Meski begitu, kalimat itu terdengar agak rancu karena di satu sisi menyatakan pandemi selesai, di sisi lain masih mengakui risiko pada kelompok rentan.

Berita ini datang setelah FDA memberlakukan persyaratan lebih ketat untuk booster COVID pada orang sehat di bawah 65 tahun. Perusahaan vaksin sekarang wajib menunjukkan data uji coba terkontrol acak untuk membuktikan bahwa booster benar-benar efektif. 

Artinya, kemungkinan besar booster bagi orang sehat di bawah 65 akan sulit muncul di pasaran. Untuk lansia di atas 65 tahun atau siapa pun yang berusia lebih dari 6 bulan dengan setidaknya satu faktor risiko—misalnya diabetes atau obesitas—rekomendasi vaksin masih berlaku. 

FDA bahkan berharap menyetujui booster baru tahun ini untuk kelompok risiko tinggi tersebut.

Nah, yang bikin bingung adalah “kehamilan atau baru saja hamil” termasuk dalam daftar faktor risiko untuk COVID parah—artinya ibu hamil sebenarnya seharusnya bisa dapat vaksin. Tapi pengumuman HHS ini seakan meniadakan panduan itu. Saat dimintai komentar lebih lanjut, juru bicara HHS tak menanggapi pertanyaan soal kontradiksi ini.

Para ahli lantas bereaksi. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) mengecam keputusan HHS. 

“Kami sangat khawatir dan kecewa dengan pengumuman bahwa HHS tidak lagi merekomendasikan vaksinasi COVID-19 selama kehamilan,” ujar Steven J. Fleischman, MD, OB-GYN sekaligus presiden ACOG. 

“Sebagai dokter kandungan yang merawat pasien setiap hari, kami telah melihat langsung betapa berbahayanya infeksi COVID-19 selama kehamilan dan untuk bayi baru lahir yang bergantung pada antibodi dari ibu yang divaksin. 
Vaksin COVID-19 aman selama kehamilan, dan vaksinasi bisa melindungi pasien kami dan bayi mereka setelah lahir.” 

Fleischman menambahkan, data CDC menunjukkan angka rawat inap bayi di bawah 6 bulan cukup tinggi—mereka terlalu kecil untuk divaksin sendiri—dan sebagian besar kasus tersebut terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang tidak divaksin.

Lalu, bagaimana dengan anak-anak sehat? Risiko sakit parah akibat COVID memang relatif rendah pada anak, tapi bukan berarti nol. 

“Secara umum, infeksi SARS-CoV-2 memang tidak separah yang kita khawatirkan, tetapi tetap saja menyebabkan rawat inap dan penyakit serius pada pasien pediatrik,” kata Andrew Siesennop, MD, dokter anak umum di Tufts Medical Center. 

“Saya terus memberi tahu orang tua tentang manfaat vaksinasi dan keseriusan beberapa penyakit pada populasi muda ini.” 

Taylor Heald-Sargent, MD, PhD, asisten profesor pediatri di Northwestern University Feinberg School of Medicine, menambahkan bahwa vaksin COVID sudah terbukti efektif mencegah penyakit parah dan rawat inap pada anak.

Namun, menurut Aaron Milstone, MD, MHS (direktur pencegahan infeksi pediatrik di Johns Hopkins Health System dan anggota Komite Penyakit Menular American Academy of Pediatrics), keputusan ini justru menghilangkan pilihan bagi keluarga. 

“Kita tahu anak sehat bisa meninggal karena COVID. Kita tahu ibu hamil bisa meninggal karena COVID. Pertanyaannya, maukah Anda menerima risiko itu?” tanya Milstone. 

“Sekarang kita bilang kepada orang tua bahwa mereka tidak akan punya pilihan itu.” 

Yang bikin tambah pelik, kelihatannya HHS membuat keputusan tanpa masukan dari CDC’s Advisory Committee on Immunization Practices—panel ahli independen yang biasanya merumuskan rekomendasi vaksin—padahal panel ini baru akan bertemu akhir Juni nanti.

Kalau sahabat masih bertanya-tanya, apakah anak sehat dan ibu hamil masih bisa dapat vaksin COVID? Jawabannya, mungkin masih bisa. 

Beberapa penyedia layanan kesehatan masih bisa memesan vaksin yang tidak termasuk dalam jadwal imunisasi CDC untuk kelompok ini. Hanya saja, tanpa rekomendasi resmi, kemungkinan besar asuransi tidak menanggung biaya vaksin. 

“Untuk beberapa orang, itu artinya vaksin bisa jadi tidak terjangkau,” kata Milstone.

Intinya, meski HHS mencabut rekomendasi, banyak pakar sepakat bahwa risiko COVID untuk ibu hamil dan anak sehat masih lebih tinggi daripada orang dewasa sehat. Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, keputusan ini berpotensi menimbulkan risiko. 

Pemimpin-pemimpin di bidang kesehatan maternal dan pediatrik merasa penting bagi keluarga untuk tetap punya pilihan divaksin, meski pemerintah federal tidak merekomendasikannya lagi. 

“Saya rasa keputusan untuk menawarkan vaksin itu penting dan tepat,” tegas Milstone. Jadi, sahabat, sebelum mengambil keputusan, pertimbangkan baik-baik risiko dan manfaatnya.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment