Sahabat.com - Sahabat, pernah nggak membayangkan tiba-tiba nggak bisa menggerakkan tangan atau kaki, bahkan kesulitan berbicara? Pasti kamu langsung berpikir ini darurat medis dan buru-buru ke rumah sakit.
Tapi, bayangkan kalau setelah serangkaian tes, dokter bilang semuanya normal, scan otak bersih, dan kamu bisa pulang... padahal kamu masih ngerasa lumpuh, pusing, atau kehilangan keseimbangan.
Nah, inilah kenyataan pahit yang dialami oleh banyak orang dengan Functional Neurological Disorder atau disingkat FND.
Sayangnya, banyak yang malah disalahkan atau dianggap berpura-pura.
FND adalah kondisi neurologis yang membuat sistem saraf terganggu, bukan karena kerusakan fisik atau penyakit seperti stroke atau epilepsi, tapi karena cara otak memproses informasi terganggu.
Ibaratnya, ini masalah di "software", bukan "hardware" otak kita. Kondisi ini bisa bikin sahabat mengalami gejala seperti tremor, kejang, kesulitan berjalan, mati rasa, bahkan kehilangan penglihatan.
Beberapa orang juga mengalami kelelahan berat, nyeri kronis, atau kesulitan berpikir jernih alias brain fog.
Gejalanya bisa berubah-ubah dan bertahan lama kalau nggak ditangani, bahkan ada yang sampai harus pakai kursi roda selama puluhan tahun.
Meski terdengar langka, FND sebenarnya cukup umum, sahabat. Setiap tahun, sekitar 10–22 dari 100.000 orang mengalaminya—bahkan lebih banyak daripada penderita multiple sclerosis.
Sayangnya, banyak tenaga medis yang belum paham soal FND, jadi diagnosisnya sering terlambat atau bahkan nggak terdeteksi. Hal ini bikin penderita makin stres, karena mereka nggak cuma harus melawan gejala fisik, tapi juga stigma dan rasa nggak dipercaya.
FND bisa menyerang siapa saja, tapi lebih sering terjadi pada perempuan dan usia muda. Sekitar dua pertiga penderitanya adalah perempuan, meskipun perbedaan ini menurun seiring bertambahnya usia.
Faktor-faktor seperti trauma masa lalu, stres berat, kecemasan, dan depresi bisa meningkatkan risiko terkena FND. Tapi penting untuk sahabat tahu, nggak semua penderita punya latar belakang trauma. Jadi, ini bukan sekadar "masalah psikologis".
Pengobatan FND nggak pakai obat khusus, tapi bisa melalui rehabilitasi yang dipersonalisasi bersama tim medis seperti fisioterapis, psikolog, dokter, dan terapis lainnya. Kunci pemulihan ada di pemahaman yang benar tentang kondisi ini.
Saat sahabat tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam tubuh, itu bisa bantu mengurangi rasa takut dan mendorong semangat buat sembuh. Mengatasi gangguan lain yang sering menyertai FND seperti kecemasan atau depresi juga sangat membantu proses pemulihan.
Dulu, FND sering dikaitkan dengan istilah "histeria", yang sarat muatan seksis dan bikin perempuan dengan gejala neurologis sering nggak dipercaya atau bahkan dianggap lebay. Untungnya, sekarang ilmu kedokteran mulai menghapus stigma itu dan mengakui FND sebagai kondisi medis yang nyata dan serius.
Tapi tantangan besar masih ada: banyak tenaga kesehatan belum dapat pelatihan yang cukup soal FND, jadi sahabat yang mengalami gejalanya masih harus berjuang untuk didengar dan diterima.
Kabar baiknya, dalam satu dekade terakhir, perhatian terhadap FND semakin besar. Penelitian, terapi baru, dan komunitas dukungan pasien makin berkembang.
Organisasi-organisasi juga mulai bersuara dan mendesak perbaikan sistem kesehatan agar semua pihak—pasien, keluarga, dan tenaga medis—bisa bersatu untuk meningkatkan pemahaman dan penanganan FND di seluruh dunia.
0 Komentar
Tes Darah Ini Bisa Deteksi Kanker Sebelum Gejalanya Muncul
Bahaya Tersembunyi di Balik Asap Manis Vape: Bisa Bikin Paru-Paru Rusak Permanen, Sahabat!
Kanker Usus Bisa Mengincar Sejak Muda Karena Bakteri Ini!
Ternyata Olahraga Intens Bisa Jadi Solusi Tidur Nyenyak Bagi Wanita yang Pernah Alami Trauma!
Sulit Mendengar di Tempat Ramai? Sahabat, Teknologi Baru Ini Bisa Jadi Solusi Ajaibnya!
Leave a comment