Hati-Hati! Ternyata Kandungan dalam Makanan Ini Bisa Bikin Obat Kanker Jadi Kurang Ampuh

03 Juni 2025 15:03
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Studi ini membuktikan bahwa senyawa fitokimia dari makanan nabati seperti kedelai, dan juga senyawa hasil metabolisme mikrobiota usus kita, bisa mengurangi efektivitas obat yang disebut PI3K inhibitor—salah satu jenis obat yang sedang dikembangkan untuk terapi kanker, termasuk kanker pankreas dan payudara.

Sahabat.com - Penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Cell mengungkap hal mengejutkan: makanan yang kita konsumsi—terutama yang mengandung kedelai—bisa memengaruhi seberapa efektif obat kanker bekerja di dalam tubuh. 

Bukan cuma karbohidrat atau lemak yang perlu diperhatikan, tapi justru senyawa tumbuhan tertentu yang bisa diam-diam mengubah reaksi tubuh terhadap pengobatan kanker.

Studi ini membuktikan bahwa senyawa fitokimia dari makanan nabati seperti kedelai, dan juga senyawa hasil metabolisme mikrobiota usus kita, bisa mengurangi efektivitas obat yang disebut PI3K inhibitor—salah satu jenis obat yang sedang dikembangkan untuk terapi kanker, termasuk kanker pankreas dan payudara. 

Dalam eksperimen pada tikus, makanan yang kaya senyawa dari kedelai membuat obat alpelisib—jenis PI3K inhibitor—jadi lebih cepat dikeluarkan dari tubuh. Akibatnya, efek antikanker dari obat ini pun menurun.

Dr. Roichman, peneliti utama studi ini, mengatakan, "Kami awalnya mengira kandungan karbohidrat yang rendah dalam diet keto-lah yang membuat terapi lebih efektif. Tapi ternyata, faktor penentunya adalah ada tidaknya senyawa dari tumbuhan seperti yang ada dalam kedelai."

Yang lebih mengejutkan lagi, bukan isoflavon (senyawa yang biasa dikaitkan dengan kedelai) yang menjadi biangnya, tapi soyasapogenol B—hasil pemecahan senyawa saponin dalam kedelai oleh bakteri usus. 

Senyawa ini ternyata bisa mengaktifkan gen hati yang mempercepat penghancuran obat dalam tubuh. Saat kandungan ini hadir dalam makanan, tubuh jadi lebih cepat membuang obat kanker sebelum sempat bekerja maksimal. 

Tapi saat mikrobiota usus dihancurkan dengan antibiotik, efek ini hilang. Artinya, bakteri usus punya peran besar dalam proses ini.

Tim peneliti bahkan mengganti protein hewani (kasein) dalam diet tikus dengan protein kedelai, dan hasilnya langsung terlihat—efek obat jadi berkurang. Untuk membedakan mana yang berpengaruh, mereka pun mencoba menambahkan ekstrak fitokimia kedelai saja, tanpa proteinnya. 

Hasilnya tetap sama: metabolisme obat meningkat, efektivitas menurun. Jadi benar-benar fitokimia dari kedelai yang jadi masalah.

Bukan berarti kita harus menjauhi kedelai sepenuhnya, ya, sahabat. Tapi studi ini menunjukkan pentingnya memahami bagaimana interaksi antara makanan, mikrobiota usus, dan obat-obatan bisa sangat kompleks. Kalau nanti terapi kanker makin dipersonalisasi, dokter bisa saja mempertimbangkan makanan apa yang sebaiknya dihindari sebelum dan selama pengobatan.

Mungkin ke depannya, kita akan melihat pemeriksaan mikrobiota usus jadi bagian dari rutinitas sebelum memulai terapi kanker. 

Peneliti pun masih mengejar daftar bakteri mana saja yang terlibat dalam produksi senyawa seperti soyasapogenol ini. Karena ternyata, efek makanan terhadap pengobatan tak hanya tergantung pada apa yang dimakan, tapi juga siapa saja yang hidup di dalam usus kita.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment