Waspada Sahabat! Obat-Obatan Ini Diam-Diam Mengancam Kesehatan Otak Anak dan Janin

28 April 2025 15:19
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Dunia kesehatan membutuhkan metode penilaian yang benar-benar merefleksikan kenyataan di lapangan, di mana pasien seringkali mengonsumsi lebih dari satu jenis obat.

Sahabat.com - Sahabat, pernahkah terpikir bahwa obat yang sering diresepkan dokter ternyata bisa membawa ancaman serius bagi perkembangan otak? 

Baru-baru ini, sebuah editorial yang terbit di jurnal Brain Medicine membunyikan alarm keras tentang bahaya tersembunyi dari obat-obatan yang selama ini dianggap aman. 

Editorial yang ditulis oleh Julio Licinio ini menyoroti hasil penelitian terbaru dari Korade dan Mirnics, yang menemukan bahwa lebih dari 30 obat yang disetujui FDA, termasuk yang sering diresepkan dalam bidang psikiatri seperti aripiprazole, trazodone, haloperidol, hingga cariprazine, ternyata dapat menghambat enzim penting bernama DHCR7. 

Gangguan pada enzim ini mengacaukan produksi kolesterol dalam tubuh, sahabat, dan efeknya bisa fatal terhadap perkembangan otak.

Mengapa ini berbahaya? Karena hambatan pada DHCR7 menyebabkan peningkatan kadar 7-dehidrokolesterol (7-DHC), zat beracun yang kemudian berubah menjadi senyawa yang sangat merusak sel saraf. Kondisi ini menciptakan profil biokimia yang mirip dengan gangguan metabolik bawaan yang serius. 

Sahabat, ini bukan lagi teori, melainkan fakta yang sudah dibuktikan melalui uji coba di sel, hewan, bahkan darah manusia. 

Yang lebih mengerikan lagi, jika obat-obatan ini digunakan bersamaan — sesuatu yang sering terjadi dalam praktik medis — efek berbahayanya bisa melonjak hingga 15 kali lipat!

Sahabat perlu tahu, sekitar 1-3% dari populasi umum membawa mutasi gen DHCR7 yang membuat mereka lebih rentan terhadap efek obat-obatan ini. Bayangkan, hanya dengan satu resep saja, keseimbangan kimia tubuh bisa terganggu, apalagi jika menggunakan lebih dari satu jenis obat. Kondisi ini bisa menyerupai sindrom perkembangan parah seperti Smith-Lemli-Opitz Syndrome.

Bahaya ini tidak hanya mengintai saat kehamilan, sahabat. Masa bayi, anak-anak, hingga remaja juga sangat rentan. Sayangnya, selama ini, uji keamanan obat sering mengabaikan dampak penggunaan kombinasi obat (polypharmacy) yang sudah sangat umum. 

Kondisi ini membuat kita tanpa sadar menciptakan "koktail molekuler" yang belum benar-benar dipahami dampaknya terhadap otak yang sedang berkembang.

Karena itu, sahabat, ada seruan mendesak untuk melakukan perubahan. Ibu hamil atau wanita usia subur yang membutuhkan obat-obatan ini disarankan menjalani tes genetik terlebih dahulu untuk mendeteksi risiko mutasi DHCR7. 

Selain itu, penggunaan beberapa obat yang dapat meningkatkan kadar 7-DHC harus dihindari selama masa kehamilan. Pasien yang sudah terdiagnosis dengan Smith-Lemli-Opitz Syndrome sama sekali tidak boleh menerima obat-obatan tersebut.

Bagi badan pengawas obat dan industri farmasi, sahabat, ada tuntutan agar skrining dampak terhadap biosintesis sterol dijadikan bagian wajib dari uji keamanan obat, sekaligus meninggalkan metode uji coba monoterapi yang dianggap sudah ketinggalan zaman. 

Dunia kesehatan membutuhkan metode penilaian yang benar-benar merefleksikan kenyataan di lapangan, di mana pasien seringkali mengonsumsi lebih dari satu jenis obat.

Pesannya jelas, sahabat: ini bukan ajakan untuk bertindak nanti-nanti, melainkan sekarang juga. Demi melindungi generasi masa depan, mari kita lebih waspada terhadap apa yang kita konsumsi, terlebih saat berbicara soal kesehatan otak yang begitu penting.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment