Rahasia Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri di Tempat Kerja yang Jarang Dibongkar

18 September 2025 16:50
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Fenomena ini dikenal sebagai impostor syndrome, yang menurut para ahli kerap dialami perempuan maupun kelompok minoritas, meski sebenarnya mereka memiliki rekam jejak sukses.

Sahabat.com - Merasa tidak cukup pintar, takut gagal, atau bahkan menganggap diri sendiri sebagai penipu di tempat kerja adalah hal yang sering dialami banyak orang. 

Bahkan ketika semua berjalan baik, pikiran negatif bisa saja muncul dan membuat kita terjebak dalam lingkaran keraguan diri. 

Fenomena ini dikenal sebagai impostor syndrome, yang menurut para ahli kerap dialami perempuan maupun kelompok minoritas, meski sebenarnya mereka memiliki rekam jejak sukses.

Salah satu cara efektif untuk keluar dari pola pikir yang merusak ini adalah dengan cognitive behavioral therapy (CBT). 

Judith Beck, presiden Beck Institute for Cognitive Behavior Therapy di Pennsylvania, menjelaskan, “Dalam CBT, kami membantu orang mengenali pikiran negatif, lalu mengevaluasi apakah pikiran itu benar adanya. Jika tidak akurat, kami arahkan untuk mencari sudut pandang yang lebih realistis.”

Beberapa sekolah bahkan mulai mengajarkan teknik ini pada anak-anak. 

Alpha Sanford, kepala pengembangan dan layanan siswa Randolph Public Schools di Boston, mengatakan, “Kami ingin siswa memiliki pola pikir bahwa mereka bisa melakukan sesuatu dengan percaya diri.” 

Tidak hanya murid, para pendidik pun merasa terbantu karena teknik ini bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk mengurangi rasa ragu dan takut salah.

Kristene Doyle, direktur Albert Ellis Institute di New York, menambahkan bahwa kecenderungan berpikir negatif sebenarnya berakar dari insting manusia sejak zaman purba untuk tetap waspada terhadap bahaya. Namun jika berlebihan, hal ini justru merugikan. 

“Membiarkan pikiran ‘saya tidak cukup baik’ hanya akan menjadi ramalan yang menguatkan dirinya sendiri,” ujarnya.

Guru Catherine Mason dari New York pernah merasakan betul dampak keraguan diri ini. Saat diminta memperbaiki rencana pelajaran, ia langsung berpikir dirinya guru yang buruk dan akhirnya mengubah seluruh rencana, padahal yang dibutuhkan hanya sedikit penyesuaian. 

Kini ia belajar untuk berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri: apakah benar orang lain mengucapkan hal negatif itu, atau hanya pikirannya sendiri yang berlebihan?

Psikolog Avigail Lev dari Bay Area CBT Center di San Francisco bahkan menggunakan teknik kreatif, seperti menuliskan kalimat negatif lalu membacanya terbalik atau menuliskannya di atas gambar awan. 

Cara ini membantu melemahkan kekuatan pikiran buruk yang sudah lama bersarang. Renee Baker, kini direktur manajemen proyek di Inform Studio, mengaku dulu sering merasa ide dan pendapatnya tidak cukup baik. 

Setelah menjalani terapi, ia belajar mengganti keyakinan merusak dengan pikiran netral, hingga akhirnya lebih berani menyuarakan pendapatnya di tempat kerja.

Menggantikan pikiran negatif dengan kalimat positif juga bisa menjadi senjata ampuh. 

Eleanor Forbes, seorang pekerja sosial di Randolph Public Schools, menyarankan untuk melihat sudut pandang lain ketika menilai orang lain maupun diri sendiri. 

Sementara Christin Brink, seorang wakil kepala sekolah, memilih mengingatkan diri dengan kalimat sederhana seperti, “Hari ini aku sudah membuat banyak pilihan baik,” atau “Besok aku bisa mencoba cara lain.”

Dengan latihan konsisten, membangun otot pikiran positif bukanlah hal mustahil. Seperti kata Brink, kuncinya ada pada satu kalimat sederhana yang bisa diulang ketika ragu kembali muncul: “Aku bisa, selangkah demi selangkah.”

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment