Senyawa Tersembunyi pada Rosemary Bisa Membantu Melawan Alzheimer

17 Maret 2025 13:59
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Senyawa tersebut, yang dikenal dengan nama asam karnosat (carnosic acid), memiliki sifat antioksidan dan anti-inflamasi yang kuat. Namun, dalam bentuk murninya, senyawa ini tidak stabil.

Sahabat.com - Peneliti di California telah menemukan pendekatan baru yang menjanjikan untuk pengobatan penyakit Alzheimer, yang terinspirasi oleh senyawa yang ditemukan pada rempah-rempah umum seperti rosemary. 

Senyawa tersebut, yang dikenal dengan nama asam karnosat (carnosic acid), memiliki sifat antioksidan dan anti-inflamasi yang kuat. Namun, dalam bentuk murninya, senyawa ini tidak stabil.

Para peneliti di California berhasil menyintesis turunan stabil dari senyawa ini, yang menunjukkan hasil yang menjanjikan pada model tikus yang menderita Alzheimer. 

Tikus yang diberi senyawa turunan stabil ini mengalami peningkatan memori, lebih banyak sinaps neuron, pengurangan peradangan, dan penghapusan protein-protein beracun yang terkait dengan Alzheimer.

Penyakit Alzheimer dapat menyebabkan kehancuran sinaps yang tinggi, merusak jalur komunikasi antar-neuron yang penting, sementara kehilangan memori adalah salah satu efek yang paling mudah terlihat. 

Menurut ilmuwan saraf Stuart Lipton dari Scripps Research Institute, setelah melalui berbagai tes memori, tikus yang diberi senyawa ini menunjukkan peningkatan yang signifikan.

"Kami melakukan berbagai tes memori, dan semuanya menunjukkan perbaikan dengan obat ini," kata Lipton. 

"Obat ini tidak hanya memperlambat penurunan kondisi, tetapi hampir mengembalikannya ke kondisi normal."

Salah satu tantangan utama yang dihadapi para peneliti adalah bagaimana mengubah asam karnosat menjadi bentuk yang stabil dan cukup lama bertahan di otak untuk memberikan efek yang diinginkan. 

Setelah serangkaian uji coba, mereka berhasil menemukan bentuk yang sesuai, yakni di-asetilasi karnosat (diAcCA).

Setelah dikonsumsi, senyawa diAcCA diubah menjadi asam karnosat di dalam tubuh, yang kemudian diserap ke dalam aliran darah dengan tingkat penyerapan sekitar 20 persen lebih baik dibandingkan dengan asam karnosat murni. Senyawa ini mencapai tingkat terapeutik di otak hanya dalam waktu satu jam.

Tikus yang menderita Alzheimer kemudian diberi diAcCA atau plasebo tiga kali seminggu selama tiga bulan. 

Peneliti memeriksa pengaruhnya terhadap jaringan otak dan kemampuan tikus dalam mengingat serta mempelajari berbagai tugas yang dirancang khusus untuk menguji memori mereka.

Senyawa diAcCA tidak menunjukkan efek toksik pada tikus yang diberi perlakuan ini, dan penumpukan protein berlebih yang dikenal sebagai tanda kerusakan akibat Alzheimer berkurang di otak mereka.

"Dengan mengatasi peradangan dan stres oksidatif melalui senyawa diAcCA ini, kami berhasil meningkatkan jumlah sinaps di otak," kata Lipton. 

"Kami juga berhasil mengurangi protein-protein yang salah lipat atau teragregasi, seperti tau terfosforilasi dan amyloid beta, yang diduga menjadi pemicu penyakit Alzheimer dan juga biomarker dari proses penyakit tersebut."

Meskipun hasil ini sangat menjanjikan, penelitian ini masih berada pada tahap awal. 
Uji klinis pada manusia akan diperlukan untuk memastikan bahwa diAcCA memiliki efek yang sama pada otak manusia.

Berkat sifat anti-inflamasi yang dimiliki asam karnosat, yang juga tercatat dalam penelitian sebelumnya, Lipton dan timnya berharap pengobatan ini dapat digunakan untuk kondisi lain yang terkait dengan peradangan, seperti diabetes tipe 2 hingga Parkinson. 

Potensi penggunaan obat diAcCA juga terbuka untuk dipadukan dengan pengobatan lain untuk Alzheimer yang sudah ada.

Karena senyawa ini merupakan bentuk modifikasi dari asam karnosat yang telah terbukti aman dikonsumsi, para peneliti berharap obat baru dapat dikembangkan dengan lebih cepat.

"Senyawa ini bisa membuat pengobatan antibodi amyloid yang sudah ada bekerja lebih baik dengan mengurangi atau membatasi efek sampingnya," ujar Lipton.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment