Daftar Jajanan Pasar Berisiko Kanker yang Biasa Dikonsumsi Masyarakat Indonesia Ditemukan oleh BPOM

07 Juli 2024 15:31
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Meskipun penggunaan bahan kimia ini dalam makanan dilarang, kemungkinan penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan saat ini. Ada beragam faktor yang menyebabkan banyak pihak salah dalam menggunakan bahan kimia terlarang dalam makanan. (iStock)

Sahabat.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan bahwa banyak jajanan pasar yang mengandung bahan tambahan makanan yang tidak aman untuk dikonsumsi. Apalagi jajanan pasar ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat umum.

Plt Kepala BPOM RI Lucia Rizka Andalusia mengatakan, banyak terdapat bahan tambahan pangan yang tidak aman dalam bentuk formalin, boraks, bahkan pewarna tekstil, yakni rhodamin B dan metanil yellow.

“Badan POM aktif melakukan pengawasan pasar untuk mengetahui apakah terdapat bahan tambahan pangan ilegal pada produk pangan yang dikonsumsi masyarakat,” kata Rizka.

Rizka mengatakan, mie kuning termasuk salah satu jajanan yang beredar di pasaran yang mengandung formaldehida, bahan berbahaya. Makanan ini sering dijadikan oleh para pedagang sebagai pelengkap makanan seperti bakso dan mie soto.

"Mie ini berwarna kuning dan mengandung formaldehida, sehingga bisa disimpan lebih dari seminggu bahkan berbulan-bulan tanpa rusak,'' ujarnya.

Selain itu, bahan tambahan pangan berupa pewarna tekstil, rhodamin B, dan metanil kuning juga terdeteksi pada cone es krim. Pewarna ini tidak boleh digunakan pada makanan karena berbahaya bagi kesehatan dan dapat menyebabkan kanker.

"Rhodamine, es krim cone merah ini mengandung rhodamin B," kata Rizka.

"Ada juga pewarna terlarang bernama methanyl yellow," lanjutnya.

Dikutip dari laman BPOM RI, pewarna Rhodamin B bersifat karsinogenik. Pewarna dapat digunakan sebagai pewarna pada kertas, tekstil (sutra, wol, kapas), sabun, kayu, plastik, kulit, dan di laboratorium sebagai pewarna biologis seperti antimon, kobalt, niobium, emas, mangan, merkuri, tantalum, dan tungsten akan digunakan.

Rhodamin B dapat terakumulasi dalam lemak sehingga jumlahnya terus meningkat seiring berjalannya waktu. Rhodamin B lebih kuat diserap di saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat.

Kerusakan hati pada tikus disebabkan oleh makanan yang mengandung rhodamin B konsentrasi tinggi. Paparan Rhodamin B dalam jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi hati dan kanker hati.

Pewarna metanil kuning saat ini banyak digunakan dalam industri tekstil, cat, kertas dan kulit hewan sebagai indikator reaksi netralisasi (reaksi asam basa). Metanyl yellow dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, demam, kelelahan, dan tekanan darah. Dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker kandung kemih.

Meskipun penggunaan bahan kimia ini dalam makanan dilarang, kemungkinan penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan saat ini. Ada beragam faktor yang menyebabkan banyak pihak salah dalam menggunakan bahan kimia terlarang dalam makanan.

"Ini penampakan rhodaminnya. Ini digunakan sebagai pewarna tekstil dan jelas tidak disetujui untuk digunakan dalam makanan. Tapi harganya sangat murah dan mudah didapat," kata Rizka.

Rizka mengatakan, selain pewarna tekstil dan formaldehida pada makanan, pihaknya juga menemukan bahan berbahaya lainnya pada jajanan pasar, yakni boraks.

"Kebanyakan kerupuk berbahan dasar boraks. Kerupuk jandal, kerupuk seperti ini ada kandungan boraksnya," lanjutnya.

Boraks beracun bagi semua sel. Menelan senyawa ini dapat menimbulkan efek negatif pada sistem saraf pusat, ginjal, dan hati. Ginjal merupakan organ yang paling mudah rusak dibandingkan organ lainnya.

Dosis mematikan untuk dewasa adalah 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g. Jika tertelan, dapat terjadi gejala tertunda seperti ketidaknyamanan fisik (malaise), mual, nyeri hebat pada epigastrium, gastroenteritis berdarah disertai muntah darah, diare, lemas, mengantuk, demam, dan sakit kepala.

“Badan POM sedang menggalakkan hal ini dengan mobile laboratoriumnya, Badan POM. Badan POM memiliki mobile laboratorium yang dapat melakukan pengujian cepat terhadap kandungan bahan tambahan pangan berbahaya,” kata Rizka Ta.

“Untuk itu pedagang kecil kita fokus pada pembinaan dan sanksi sosial. Artinya nanti masyarakat tidak berani membeli. Lama kelamaan tidak ada konsumen, tidak ada pelanggan,” lanjutnya.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment