Kepribadian Ternyata Biang Kerok Susah Tidur, Cuma Begini Cara Mengatasinya!

20 Mei 2025 14:05
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Baru-baru ini, peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas São Paulo meneliti 595 orang berusia 18–59 tahun dan menemukan fakta menarik: orang dengan tingkat neurotisisme tinggi—alias emosionalnya gampang meledak—cenderung lebih sering mengalami insomnia.

Sahabat.com - Siapa sangka, kebiasaan begadangmu bisa berkaitan sama sifat kepribadian? 

Baru-baru ini, peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas São Paulo meneliti 595 orang berusia 18–59 tahun dan menemukan fakta menarik: orang dengan tingkat neurotisisme tinggi—alias emosionalnya gampang meledak—cenderung lebih sering mengalami insomnia. Sebaliknya, mereka yang terbuka pada pengalaman baru justru lebih langganan tidur nyenyak.

“Insomnia itu bukan cuma soal stres kerja atau kebiasaan scrolling media sosial sampai pagi,” ungkap Bárbara Araújo Conway, psikolog tidur yang memimpin penelitian. 

“Faktor pembawaan seperti neurotisisme bisa jadi pemicu utama.” 

Makanya, sebelum melangkah lebih jauh, ia mengukur lima trait kepribadian—ekstroversi, neurotisisme, kesepakatan (agreeableness), keterbukaan (openness), dan tanggung jawab (conscientiousness)—dengan kuisioner khusus.

Hasilnya bikin mata melotot: 61,7% penderita insomnia punya skor neurotisisme tinggi dibandingkan 32% di grup kontrol. Di sisi lain, 40,7% pengidap susah tidur justru punya skor keterbukaan rendah, artinya mereka kurang suka mencoba hal baru dan cenderung nyaman dengan rutinitas.

Tak cuma itu, faktor kecemasan juga jadi mediator penting antara neurotisisme dan gangguan tidur. 

“Sebenarnya, gejala kecemasan itulah yang membuat neurotisisme berdampak ke insomnia,” kata Conway. 

Walaupun sempat dites, depresi ternyata tidak berperan signifikan dalam hubungan ini.
Lalu, gimana caranya mengatasinya? Ada kabar baik: terapi perilaku kognitif untuk insomnia (CBT-I) masih jadi standar emas. Sayangnya, jumlah psikolog khusus tidur di Brasil masih minim. 

Menurut Professor Renatha El Rafihi-Ferreira, “Dokter dan psikolog harus melihat pasien secara menyeluruh, bukan hanya mengobati gejala tidur tapi juga kecemasan yang mendasarinya.”

Jadi, kalau kamu merasa selalu begadang meski sudah capek, coba deh introspeksi sifat diri sendiri. Bisa jadi, pola pikir dan emosi yang belum terkelola baik jadi penyebab utama. Yuk, atasi insomnia dari akarnya!

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment