Makan Siang Hari Dapat Kurangi Risiko Penyakit Jantung pada Pekerja Shift

09 April 2025 11:41
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa bekerja pada shift malam berhubungan dengan risiko kesehatan yang serius, termasuk pada jantung.

Sahabat.com - Sebuah penelitian yang dipimpin oleh para peneliti di Mass General Brigham menunjukkan bahwa, dalam hal kesehatan jantung, waktu makan bisa menjadi faktor risiko yang lebih besar daripada waktu tidur.

Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa bekerja pada shift malam berhubungan dengan risiko kesehatan yang serius, termasuk pada jantung. 

Namun, sebuah studi baru dari Mass General Brigham menyarankan bahwa makan hanya di siang hari dapat membantu orang menghindari risiko kesehatan yang terkait dengan pekerjaan shift. 
Hasilnya dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications.

"Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa misalignmen sirkadian—ketidaksesuaian siklus perilaku kita dengan jam tubuh internal—dapat meningkatkan faktor risiko penyakit jantung," kata penulis senior Frank A.J.L. Scheer, Ph.D., profesor Kedokteran dan direktur Program Kronobiologi Medis di Brigham and Women's Hospital.

"Kami ingin memahami apa yang bisa dilakukan untuk menurunkan risiko ini, dan penelitian baru kami menunjukkan bahwa waktu makan bisa menjadi sasaran yang tepat."

Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa menyelaraskan waktu makan dengan jam tubuh internal bisa mengurangi risiko kesehatan akibat begadang di waktu istirahat yang seharusnya. Hal ini mendorong Scheer dan timnya untuk menguji konsep ini pada manusia.

Dalam penelitian ini, 20 peserta sehat yang berusia muda diikutkan dalam studi rawat inap selama dua minggu di Brigham and Women's Center for Clinical Investigation. 

Mereka tidak diperbolehkan melihat jendela, jam, atau menggunakan elektronik yang bisa memberi petunjuk waktu pada jam tubuh mereka. 

Efek dari ketidaksesuaian sirkadian bisa diketahui dengan membandingkan bagaimana fungsi tubuh mereka berubah sebelum dan setelah bekerja malam yang disimulasikan.

Peserta mengikuti protokol "rutin konstan," sebuah pengaturan laboratorium yang dapat memisahkan pengaruh ritme sirkadian dari lingkungan dan perilaku (misalnya pola tidur/bangun, terang/gelap). 

Selama protokol ini, peserta tetap terjaga selama 32 jam di lingkungan yang redup, menjaga postur tubuh yang konstan dan makan makanan ringan yang identik setiap jam.

Setelah itu, mereka mengikuti simulasi kerja malam dan dibagi menjadi dua kelompok: satu kelompok makan di malam hari (seperti pekerja shift malam pada umumnya) dan satu lagi hanya makan di siang hari.

Terakhir, peserta mengikuti protokol rutin konstan lainnya untuk menguji efek setelah simulasi kerja malam. Penting untuk dicatat bahwa kedua kelompok mengikuti jadwal tidur siang yang identik, sehingga perbedaan antara kelompok tidak disebabkan oleh perbedaan dalam jadwal tidur.

Para peneliti memeriksa perubahan faktor risiko kardiovaskular peserta dan bagaimana faktor-faktor tersebut berubah setelah simulasi kerja malam. Mereka mengukur berbagai faktor risiko kardiovaskular, termasuk penanda sistem saraf otonom, penghambat aktivator plasminogen-1 (yang meningkatkan risiko pembekuan darah), dan tekanan darah.

Menariknya, faktor risiko kardiovaskular meningkat setelah simulasi kerja malam pada peserta yang dijadwalkan makan baik siang maupun malam. Namun, faktor risiko tetap sama pada peserta yang hanya makan pada siang hari, meskipun jumlah dan jenis makanan yang mereka konsumsi tidak berbeda antara kelompok—hanya "waktu" mereka makan yang berbeda.

Keterbatasan studi ini meliputi ukuran sampel yang kecil, meskipun ini adalah ukuran yang khas untuk uji coba acak terkontrol yang sangat terkontrol dan intensif. 

Selain itu, karena studi ini berlangsung selama dua minggu, mungkin tidak mencerminkan risiko jangka panjang makan di malam hari dibandingkan dengan di siang hari.

Kekuatan dari penelitian ini adalah bahwa jadwal tidur, makan, paparan cahaya, postur tubuh, dan aktivitas peserta sangat terkontrol.

"Penelitian kami mengontrol setiap faktor yang dapat memengaruhi hasil, jadi kami bisa mengatakan bahwa efek waktu makan yang menyebabkan perubahan pada faktor risiko kardiovaskular ini," kata Sarah Chellappa, MD, MPH, Ph.D., profesor di University of Southampton, dan penulis utama makalah ini.

Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menunjukkan efek kesehatan jangka panjang dari makan di siang hari dibandingkan di malam hari, Scheer dan Chellappa mengatakan bahwa hasilnya "menjanjikan" dan menyarankan agar orang dapat meningkatkan kesehatan mereka dengan menyesuaikan waktu makan. 

Mereka menambahkan bahwa menghindari atau membatasi makan pada malam hari dapat bermanfaat bagi pekerja shift malam, orang yang mengalami insomnia atau gangguan tidur-bangun, individu dengan siklus tidur/bangun yang bervariasi, dan orang yang sering bepergian melintasi zona waktu.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment