Menurut Penelitian, Obat Epilepsi Dapat Mengurangi Gejala Sleep Apnea

07 Oktober 2024 14:56
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Dalam sebuah studi internasional, peneliti menemukan bahwa obat epilepsi berpotensi mengurangi gejala sleep apnea secara signifikan.

Sahabat.com -  Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa obat yang digunakan untuk mengobati epilepsi dapat membantu mengurangi gejala sleep apnea, khususnya dalam mencegah terjadinya jeda pernapasan pada pasien.

Apnea tidur obstruktif adalah gangguan pernapasan yang umum, mempengaruhi sekitar satu dari 20 orang, menurut National Institute for Health and Care Excellence di Inggris. Gejala yang sering muncul meliputi dengkuran keras, kesulitan bernapas di malam hari, dan sering terbangun. Kondisi ini tidak hanya menyebabkan kelelahan, tetapi juga meningkatkan risiko masalah kesehatan serius, seperti tekanan darah tinggi, stroke, penyakit jantung, dan diabetes tipe 2.

Dalam sebuah studi internasional, peneliti menemukan bahwa obat epilepsi berpotensi mengurangi gejala sleep apnea secara signifikan. Hasil penelitian ini dipresentasikan pada Kongres Masyarakat Pernapasan Eropa di Wina, Austria, dan menunjukkan adanya pilihan pengobatan bagi mereka yang kesulitan menggunakan alat bantu pernapasan mekanis, seperti mesin CPAP (Continuous Positive Airway Pressure).

Prof. Jan Hedner dari Rumah Sakit Universitas Sahlgrenska dan Universitas Gothenburg, Swedia, menjelaskan, “Pengobatan standar untuk apnea tidur obstruktif melibatkan penggunaan mesin yang mengalirkan udara melalui masker untuk menjaga saluran napas tetap terbuka. Namun, banyak pasien merasa kesulitan menggunakan mesin ini dalam jangka panjang, sehingga penting untuk mencari alternatif lain.”

Para peneliti melakukan uji coba terkontrol acak terhadap hampir 300 pasien apnea tidur obstruktif di beberapa negara Eropa, termasuk Belgia, Republik Ceko, Prancis, Jerman, dan Spanyol. Mereka dibagi menjadi empat kelompok dan diberikan salah satu dari tiga dosis sulthiame atau plasebo.

Studi ini mengukur berbagai parameter, termasuk pernapasan, kadar oksigen, irama jantung, gerakan mata, serta aktivitas otak dan otot saat tidur. Pengukuran dilakukan pada awal uji coba, setelah empat minggu, dan setelah 12 minggu.

Hasilnya menunjukkan bahwa setelah 12 minggu, pasien yang mengonsumsi sulthiame mengalami hingga 50% penurunan dalam kejadian terhentinya pernapasan dan peningkatan kadar oksigen dalam darah saat tidur. Efek paling signifikan terlihat pada dosis tertinggi.

Hedner menekankan bahwa temuan ini menunjukkan potensi sulthiame sebagai pengobatan yang efektif untuk sleep apnea, dan menyarankan perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi manfaat ini pada populasi pasien yang lebih luas.

Erika Radford, kepala konsultasi kesehatan di Asthma + Lung UK, menyatakan bahwa hasil ini merupakan langkah positif menuju pengobatan berbasis obat sebagai alternatif bagi peralatan pernapasan.

Dr. Sriram Iyer, seorang konsultan spesialis pernapasan dan tidur serta presiden terpilih bagian pengobatan tidur di Royal Society of Medicine, menganggap ini sebagai studi penting yang menunjukkan bahwa terapi obat untuk sleep apnea semakin mendekati kenyataan.

Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi manfaat jangka panjang, efek samping, serta jenis pasien yang mungkin paling diuntungkan dari perawatan ini, ia menekankan pentingnya tidak melupakan hubungan antara apnea tidur dan obesitas, yang perlu ditangani sebagai prioritas utama.
 

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment