Obat Diet Populer Seperti Ozempic Ternyata Tak Meningkatkan Kesehatan Jantung dan Paru

30 Juli 2025 12:43
Penulis: Alamsyah, lifestyle
tim peneliti menaruh perhatian besar terhadap dampaknya pada kebugaran kardiorespirasi atau VO₂max—kemampuan tubuh menggunakan oksigen selama aktivitas fisik, yang dikenal sebagai indikator utama risiko kematian akibat penyakit jantung dan penyebab lain.

Sahabat.com - Obat penurun berat badan seperti Ozempic dan Wegovy memang berhasil membuat angka di timbangan turun drastis, tapi sebuah riset terbaru dari University of Virginia mengingatkan kita untuk tidak buru-buru merasa aman. 

Ternyata, meskipun obat-obatan ini efektif mengurangi lemak tubuh dan memberikan dampak positif bagi metabolisme, mereka tidak meningkatkan kebugaran jantung dan paru-paru yang penting untuk kesehatan jangka panjang.

Para peneliti menjelaskan bahwa obat golongan GLP-1 ini memang membawa manfaat nyata untuk penderita obesitas, diabetes tipe 2, dan bahkan gagal jantung. Namun, kehilangan berat badan secara cepat juga berarti kehilangan massa otot tanpa lemak yang justru penting untuk kekuatan tubuh dan umur panjang. 

Profesor Zhenqi Liu dari University of Virginia menyampaikan keprihatinannya setelah mendengar keluhan pasien yang merasa kehilangan otot selama menjalani terapi. 

"Ini masalah serius. Otot sangat penting untuk postur tubuh, fungsi fisik, dan kualitas hidup secara keseluruhan," kata Liu.

Menurut penelitian ini, sekitar 25–40% dari total penurunan berat badan akibat penggunaan obat-obatan ini berasal dari hilangnya massa tubuh tanpa lemak, termasuk otot. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan penurunan alami akibat penuaan yang hanya sekitar 8% per dekade. 

Maka wajar jika tim peneliti menaruh perhatian besar terhadap dampaknya pada kebugaran kardiorespirasi atau VO₂max—kemampuan tubuh menggunakan oksigen selama aktivitas fisik, yang dikenal sebagai indikator utama risiko kematian akibat penyakit jantung dan penyebab lain.

Siddhartha S. Angadi, seorang ahli fisiologi olahraga dari UVA, menekankan bahwa kebugaran kardiorespirasi jauh lebih akurat dalam memprediksi risiko kematian dibanding status berat badan. 

“Dalam studi kami terhadap hampir 400.000 orang di seluruh dunia, kami menemukan bahwa VO₂max lebih berpengaruh terhadap harapan hidup daripada sekadar berat badan,” ungkapnya. 

Sayangnya, efek dari obat GLP-1 terhadap peningkatan VO₂max sejauh ini belum terlihat signifikan.

Meski ada studi kecil yang menunjukkan bahwa olahraga bisa membantu memperbaiki VO₂max pada pasien yang menggunakan obat ini, namun penelitian itu belum cukup kuat untuk dijadikan acuan. Itulah sebabnya para peneliti mendorong pasien agar menggabungkan terapi obat dengan olahraga rutin dan pola makan seimbang agar hasilnya optimal.

Profesor Liu juga menambahkan bahwa diskusi antara pasien dan dokter sangat penting, terutama dalam menjaga massa otot selama menjalani pengobatan. 

“American Diabetes Association bahkan sudah merekomendasikan untuk memeriksa risiko malnutrisi dan kekurangan otot sebelum memulai terapi ini. Protein yang cukup dan olahraga teratur wajib dilakukan,” ujarnya.

Angadi pun menyimpulkan bahwa latihan fisik selama menjalani terapi GLP-1 masih perlu diteliti lebih lanjut, namun bisa menjadi kunci untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan VO₂max selama pengobatan berlangsung.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment