Orang Dewasa dengan Alergi Putih Telur Menghadapi Tantangan Signifikan terhadap Kualitas Hidup

29 November 2024 13:47
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Penelitian sebelumnya mengidentifikasi beberapa alergen dalam telur ayam, yaitu dua alergen di kuning telur (YGP42 dan alpha-livetin) dan empat alergen di putih telur (lysozyme, ovotransferrin, ovomucoid, dan ovalbumin). Di antara alergen tersebut, ovomucoid dianggap paling relevan secara klinis karena stabil terhadap panas dan asam lambung.

Sahabat.com - Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Scientific Reports mengeksplorasi dampak alergi putih telur (EWA) terhadap kualitas hidup terkait kesehatan (HRQoL) pada orang dewasa. EWA merupakan salah satu alergi makanan yang umum pada anak-anak, namun kebanyakan akan sembuh saat memasuki usia sekolah. Alergi ini jarang terjadi pada orang dewasa dan hanya ditemukan dalam laporan kasus.

Penelitian sebelumnya mengidentifikasi beberapa alergen dalam telur ayam, yaitu dua alergen di kuning telur (YGP42 dan alpha-livetin) dan empat alergen di putih telur (lysozyme, ovotransferrin, ovomucoid, dan ovalbumin). Di antara alergen tersebut, ovomucoid dianggap paling relevan secara klinis karena stabil terhadap panas dan asam lambung. 

Meskipun ada terapi potensial seperti biologik dan imunoterapi oral, hasil penelitian menunjukkan temuan yang menjanjikan namun kontradiktif. Diet eliminasi total alergen menjadi kunci utama dalam manajemen alergi, namun kecemasan dan ketakutan terhadap reaksi alergi dapat mengganggu kehidupan emosional dan sosial penderita. Kecemasan dan ketidakpastian terbukti berdampak signifikan terhadap kualitas hidup pada pasien dengan alergi makanan.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai kualitas hidup terkait kesehatan pada orang dewasa yang menderita EWA. Peneliti menyaring basis data elektronik untuk mencari pasien berusia ≥18 tahun yang memiliki kadar imunoglobulin E spesifik (sIgE) yang tinggi terhadap kuning telur, putih telur, ovomucoid, atau ovalbumin antara Oktober 2015 hingga Februari 2022. Data yang dikumpulkan meliputi usia, jenis kelamin, serta sensibilisasi klinis yang relevan, yang didefinisikan sebagai reaksi alergi atau anafilaksis setelah mengonsumsi putih telur.

Gejala alergi dikategorikan berdasarkan tingkat keparahannya, seperti sindrom alergi oral (OAS), OAS dengan konjungtivitis atau rinitis, gejala gastrointestinal atau kulit, hingga anafilaksis yang membutuhkan resusitasi. Diagnosis EWA ditegakkan berdasarkan hasil tes dan riwayat klinis.

Untuk menilai HRQoL, para peserta mengisi kuesioner tentang alergi makanan yang terdiri dari 29 pertanyaan yang mencakup dampak emosional, kesehatan, serta pembatasan diet dan eksposur alergen. Selain itu, skala tujuh poin digunakan untuk menilai sejauh mana kualitas hidup terganggu.

Studi ini melibatkan 16 peserta, terdiri dari 3 pria dan 13 wanita, dengan usia rata-rata 46 tahun. Lima peserta pertama kali mengalami EWA pada masa kanak-kanak, sedangkan 11 lainnya mengalami alergi ini saat dewasa. Usia rata-rata onset alergi adalah 27 tahun. Gejala yang paling sering dilaporkan sebagai yang paling parah setelah mengonsumsi putih telur adalah OAS (pembengkakan atau gatal pada wajah, mulut, lidah, tenggorokan, atau bibir) dan nyeri perut, yang masing-masing dialami oleh tujuh peserta.

Enam peserta melaporkan dyspnea (kesulitan bernapas), yang termasuk dalam kategori gejala grade IIIA. Satu peserta mengalami anafilaksis parah dengan reaksi kulit, pernapasan, dan hipotensi, yang memerlukan perawatan di unit gawat darurat. Skor rata-rata FAQoLQ mencapai 4,64, dengan skor lebih tinggi pada mereka yang mengalami onset alergi pada masa kanak-kanak (4,99) dibandingkan dengan yang onset pada masa dewasa (4,49).

Aspek yang mendapatkan skor tinggi (di atas 5 dari 7) termasuk kehilangan kontrol saat makan di luar, ketakutan akan reaksi alergi saat makan di luar, keterbatasan variasi produk, dan keraguan mengenai keberadaan putih telur dalam makanan. Skor rata-rata FAIM juga 4,64, dan meskipun peluang kematian akibat mengonsumsi putih telur rendah, dampak terhadap kualitas hidup tetap signifikan.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas hidup pada orang dewasa dengan EWA terganggu secara signifikan. Hanya satu pasien dengan alergi yang muncul pada masa kanak-kanak yang memiliki kadar sIgE yang tinggi terhadap ovomucoid. Selain itu, pada beberapa pasien dengan onset alergi pada masa dewasa, kadar sIgE yang tinggi terhadap ovomucoid berkaitan dengan gejala yang lebih parah dan skor HRQoL yang lebih rendah.

Nyeri perut dan OAS adalah gejala yang paling parah, sementara dyspnea dilaporkan oleh enam peserta, meskipun hanya satu yang mengalami reaksi sistemik yang memerlukan perawatan rumah sakit. Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain ukuran sampel yang kecil, penilaian subjektif terhadap HRQoL, dan tidak adanya kelompok kontrol. Namun, temuan ini menekankan pentingnya pelabelan makanan yang jelas untuk meningkatkan keselamatan, mengurangi rasa takut, serta menurunkan insiden gejala alergi pada pasien.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment