Penemuan Mengejutkan: Otak Ternyata Bisa Jadi Kunci Pengobatan Diabetes Tipe 1

04 Agustus 2025 17:32
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Lebih dari 10 tahun lalu, para peneliti menemukan bahwa komplikasi akut diabetes tipe 1 yang dikenal sebagai diabetic ketoacidosis (DKA), ternyata bisa disembuhkan dengan hormon leptin, bahkan tanpa bantuan insulin.

Sahabat.com - Sahabat, dunia medis kembali diguncang oleh temuan yang tak terduga. Para ilmuwan dari University of Washington School of Medicine baru saja mengungkap bahwa otak bisa menjadi target baru dalam pengobatan diabetes tipe 1—bukan lagi hanya mengandalkan insulin seperti yang selama ini dipercaya.

Lebih dari 10 tahun lalu, para peneliti menemukan bahwa komplikasi akut diabetes tipe 1 yang dikenal sebagai diabetic ketoacidosis (DKA), ternyata bisa disembuhkan dengan hormon leptin, bahkan tanpa bantuan insulin. DKA sendiri terjadi ketika tubuh tak bisa memproduksi insulin dan mulai memecah lemak sebagai bahan bakar, yang akhirnya memicu penumpukan glukosa dan asam keton dalam darah—kondisi ini bisa mematikan jika tak segera ditangani.

Yang mengejutkan, riset lanjutan menunjukkan bahwa otak ternyata berperan besar dalam proses ini. 

“Saat pankreas tidak lagi memproduksi insulin, otak menerima sinyal seolah-olah tubuh kehabisan energi, padahal belum tentu. Sinyal itu salah satunya dikirim oleh rendahnya kadar hormon leptin dalam darah,” jelas Dr. Michael Schwartz, profesor dari Divisi Metabolisme, Endokrinologi dan Nutrisi.

Leptin sendiri adalah hormon yang diproduksi oleh sel-sel lemak tubuh dan berfungsi memberi tahu otak—terutama bagian hipotalamus—tentang kondisi cadangan energi tubuh. Saat leptin rendah, otak otomatis mengaktifkan sistem darurat untuk mencari energi tambahan, termasuk dengan menaikkan kadar glukosa dan keton.

Dr. Schwartz dan timnya pertama kali menguji pemberian leptin pada otak tikus dan mencit yang menderita diabetes tipe 1 pada tahun 2011. Awalnya tidak ada perubahan, tapi empat hari kemudian, kadar glukosa dan keton darah hewan-hewan tersebut turun ke tingkat normal, meskipun insulin mereka sangat rendah. Lebih mengejutkan lagi, kadar tersebut tetap stabil—baik saat ditantang untuk naik maupun turun.

"Yang paling menakjubkan adalah bukan hanya gula darahnya turun, tapi tetap rendah. Bahkan ketika kami mencoba membuatnya naik, dia turun lagi. Dan kalau diturunkan, dia justru stabil," ujar Schwartz. 

Ia menambahkan bahwa ini menunjukkan otak bisa mengatur kadar gula darah meski tanpa insulin.
Awalnya, komunitas medis sempat mengabaikan temuan ini. Tapi kini, pemahaman soal peran otak dalam diabetes mulai berubah. Schwartz bahkan sedang bersiap untuk mengajukan uji klinis pada manusia guna melihat apakah leptin bisa menstabilkan kadar gula darah pada pasien diabetes tipe 1.

Bagi Dr. Irl Hirsch, salah satu peneliti sekaligus pengidap diabetes tipe 1 sejak kecil, ini adalah temuan terbesar dalam kariernya. 

“Penemuan insulin 104 tahun lalu jelas luar biasa. Tapi ini... ini bisa jadi langkah berikutnya. Mungkin bahkan lebih baik,” ucap Hirsch, yang juga profesor dari Divisi Endokrinologi.

Schwartz menambahkan, pengelolaan insulin setiap hari sangat membebani pasien dan keluarga mereka. 

“Bayangkan kalau diabetes tipe 1 bisa diobati tanpa suntikan insulin harian dan pemeriksaan gula darah terus-menerus. Saya yakin pasien akan menyebutnya sebagai hal terbaik yang pernah ada.”

Jika cara kerja otak bisa “dipercaya” bahwa tubuh tidak kekurangan energi, atau neuron tertentu yang memicu produksi gula dan keton bisa dimatikan, maka tubuh tak lagi memicu reaksi berlebihan yang berujung pada gula darah tinggi ekstrem dan DKA.

"Kerangka pemahaman baru ini menantang anggapan lama bahwa defisiensi insulin adalah satu-satunya penyebab DKA," tutup Schwartz. 

“Ini membuktikan bahwa otak memainkan peran penting dalam munculnya diabetes yang tidak terkendali—dan mungkin menjadi kunci pengobatan masa depan.”

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment