Polusi Udara Bisa Picu Pendarahan Otak, Studi Ini Bikin Warga Kota Waspada

01 Agustus 2025 17:16
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Studi kecil ini menemukan bahwa paparan polusi udara dalam jangka panjang bisa meningkatkan risiko pendarahan otak akibat pecahnya aneurisma.

Sahabat.com - Sahabat, sebuah penelitian terbaru dari Utah, Amerika Serikat, menambah panjang daftar dampak buruk polusi udara bagi kesehatan. 

Studi kecil ini menemukan bahwa paparan polusi udara dalam jangka panjang bisa meningkatkan risiko pendarahan otak akibat pecahnya aneurisma. 

Temuan ini tentu mengejutkan, apalagi mengingat udara bersih kini makin sulit ditemukan.

Penelitian ini dilakukan oleh tim dari University of Utah yang menelusuri data selama lima tahun terakhir terhadap 70 pasien yang dirawat karena pendarahan otak tipe aneurysmal subarachnoid hemorrhage. 

Mereka menemukan bahwa insiden pecahnya aneurisma meningkat secara signifikan dalam kurun waktu tiga hingga enam bulan setelah terjadi lonjakan kadar polusi, terutama partikel halus PM2.5 di udara.

“Kami menemukan bahwa pasien mengalami tingkat pecahnya aneurisma yang lebih tinggi beberapa bulan setelah puncak polusi udara,” ungkap ahli bedah saraf Dr. Robert Rennert dari University of Utah.

PM2.5 adalah partikel mikroskopis yang ukurannya lebih kecil dari 2,5 mikrometer—terlalu kecil untuk disaring oleh hidung atau tenggorokan kita. 

Partikel ini bisa langsung masuk ke paru-paru dan pembuluh darah, menyebabkan peradangan, kerusakan sel, hingga mengganggu kemampuan tubuh memperbaiki DNA. 

Efeknya bisa menumpuk dan melemahkan dinding pembuluh darah di otak, sehingga rentan pecah dan menimbulkan pendarahan fatal.

Meski belum bisa membuktikan hubungan sebab-akibat secara langsung, para peneliti yakin bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara bisa memperburuk kondisi peradangan dalam tubuh dan memicu masalah kesehatan kronis. Mereka menyebut, 

“Diperlukan studi lanjutan untuk memahami lebih dalam bagaimana paparan PM2.5 berdampak pada peradangan lokal dan perubahan seluler.”

Bukan cuma risiko pendarahan otak, polusi udara juga diketahui memperparah dampak gelombang panas ekstrem dan meningkatkan keparahan penyakit seperti COVID-19. 

Bahkan, polusi udara secara global diperkirakan menyebabkan hingga 8 juta kematian setiap tahun—angka yang mengejutkan, bukan?

Yang bikin prihatin, hampir tidak ada lagi tempat di bumi ini yang bebas dari polusi udara. Daerah Wasatch Front di Utah, misalnya, dikenal sebagai kawasan dengan konsentrasi polusi tinggi karena kondisi geografisnya yang dikelilingi pegunungan.

Di tengah kabar buruk ini, tetap ada harapan. 

“Kami berharap penelitian ini bisa meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko kesehatan akibat polusi udara dan mendorong perubahan nyata,” ujar Dr. Rennert. 

Ia menambahkan, solusi seperti penggunaan transportasi umum, regulasi emisi harian yang lebih ketat, serta peningkatan dana riset lingkungan bisa menjadi langkah awal yang penting untuk menjaga kesehatan bersama.

Sahabat, saatnya kita lebih peduli pada kualitas udara yang kita hirup setiap hari. Karena udara bersih bukan hanya soal kenyamanan, tapi juga menyangkut hidup dan mati.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment