Ternyata Wanita Butuh Tidur Lebih Banyak dari Pria? Ini Fakta Mengejutkannya!

22 Juli 2025 16:25
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Meski secara data objektif wanita tidur lebih lama dan lebih dalam, mereka justru sering melaporkan kualitas tidur yang lebih buruk. Bahkan, wanita 40 persen lebih mungkin mengalami insomnia.

Sahabat.com - Kalau kamu sering scroll TikTok atau Instagram dan menemukan klaim bahwa wanita butuh tidur satu hingga dua jam lebih lama dari pria, kamu tidak sendiri. Tapi, benarkah begitu? Yuk, kita bongkar faktanya!

Jadi begini, urusan tidur ternyata nggak sesederhana menghitung jam di kasur. Siapa yang bisa tidur nyenyak dan berapa lama mereka tidur, ternyata dipengaruhi oleh banyak hal—mulai dari biologi, psikologi, sampai tuntutan sosial. Bahkan cara kita mengukur tidur pun bisa bikin hasilnya berbeda.

Peneliti biasanya mengukur tidur dengan dua cara: tanya langsung ke orangnya alias self-report (yang ternyata sering meleset karena kita sering salah tebak berapa lama sebenarnya kita tidur), dan alat objektif seperti sleep tracker canggih atau pemeriksaan tidur di lab. Nah, dari hasil-hasil studi yang pakai alat-alat canggih itu, ternyata wanita tidur lebih lama sekitar 20 menit dibanding pria.

Misalnya, ada satu studi global dengan hampir 70.000 orang yang pakai sleep tracker dan hasilnya konsisten—wanita tidur sedikit lebih lama dari pria, sekitar 23-29 menit, tergantung usia. Ada juga studi yang pakai alat polysomnography (alat paling lengkap untuk mengukur tidur) dan ketemu hasil mirip: wanita tidur sekitar 19 menit lebih lama dan lebih banyak menghabiskan waktu di fase tidur dalam alias deep sleep.

Tapi tunggu dulu, ini bukan berarti semua wanita butuh tidur lebih lama dari semua pria. Seperti halnya tinggi badan, kebutuhan tidur juga beda-beda tiap orang. Jadi, bilang semua wanita butuh dua jam ekstra itu sama aja kayak bilang semua wanita harus lebih pendek dari pria. Nggak masuk akal, kan?

Meski secara data objektif wanita tidur lebih lama dan lebih dalam, mereka justru sering melaporkan kualitas tidur yang lebih buruk. Bahkan, wanita 40 persen lebih mungkin mengalami insomnia. Lah, kok bisa? Nah, ini dia yang bikin para peneliti pusing—karena hasil di lab dan kenyataan sehari-hari sering nggak sejalan.

Kenapa begitu? Banyak penelitian soal tidur nggak mempertimbangkan faktor-faktor dunia nyata kayak stres, obat-obatan, alkohol, atau perubahan hormon. Padahal semua itu sangat berpengaruh, terutama buat wanita.

Masalah tidur mulai muncul sejak masa puber dan bisa makin parah saat kehamilan, pasca melahirkan, hingga perimenopause. Fluktuasi hormon—terutama estrogen dan progesteron—jadi salah satu penyebab utamanya. 

Misalnya, banyak wanita merasa tidur mereka terganggu sebelum menstruasi, saat hormon mulai turun. Dan ketika memasuki masa perimenopause, turunnya estrogen bisa bikin gangguan tidur makin sering, termasuk bangun jam 3 pagi dan susah tidur lagi.

Belum lagi soal kesehatan. Gangguan tiroid dan kekurangan zat besi lebih umum dialami wanita, dan keduanya sangat berhubungan dengan rasa lelah dan tidur yang terganggu. Psikologinya juga berperan besar—wanita lebih rentan terhadap depresi, kecemasan, dan trauma. Hal-hal ini sering datang bareng dengan masalah tidur. Belum lagi kebiasaan overthinking dan cemas berlebihan, yang juga lebih sering dialami wanita dan sudah terbukti bikin susah tidur.

Obat juga ikut campur. Wanita lebih sering diresepkan antidepresan, dan efek sampingnya bisa bikin tidur tambah terganggu. Dan jangan lupakan peran sosial: beban mengurus anak, rumah, bahkan beban emosional di rumah tangga masih banyak dibebankan ke wanita. 

Di Australia misalnya, data pemerintah tahun ini menunjukkan wanita menghabiskan rata-rata sembilan jam lebih banyak per minggu untuk pekerjaan rumah tangga dan merawat orang lain dibanding pria. Gimana mau istirahat?

Walaupun banyak wanita bisa menyisihkan waktu tidur malam yang cukup, kesempatan untuk tidur siang atau sekadar istirahat di siang hari sering nggak ada. Jadi tidur malam mereka harus menanggung semua beban pemulihan tubuh dan pikiran. Berat, ya?

Dalam pengalaman saya menangani pasien, kami sering mencoba mengurai rasa lelah yang mereka alami. Kadang masalahnya bukan cuma soal tidur, tapi juga karena kesehatan yang terganggu, tekanan emosional, atau ekspektasi yang terlalu tinggi pada diri sendiri. Tidur memang penting, tapi bukan satu-satunya jawaban.
Bayangkan wanita di usia produktif—lagi ngurus anak, kerja penuh waktu, dan masih harus menghadapi tekanan sosial dan biologis. Apalagi yang lagi menghadapi perimenopause: kerja full-time, anak remaja, orangtua yang mulai menua, plus keringat dingin tengah malam. 

Meskipun tidur mereka secara teknis “bagus”, bukan berarti mereka bangun dengan rasa segar.

Sayangnya, riset-riset yang ada juga belum banyak menyentuh kelompok gender-diverse, padahal faktor identitas dan konteks sosial juga bisa memengaruhi pola tidur seseorang.

Jadi, balik lagi ke pertanyaan awal: apakah wanita butuh tidur lebih banyak dari pria? Jawabannya: rata-rata, iya, sedikit. Tapi yang jauh lebih penting, wanita butuh lebih banyak kesempatan dan dukungan untuk benar-benar recharge—bukan cuma waktu tidurnya, tapi juga waktu istirahat di siang hari dan pengertian dari sekitar.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment