Bukan Karena Gula! Kenali Jenis Diabetes Langka yang Bikin Haus Terus Meski Sudah Minum Banyak

14 Oktober 2025 14:28
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Berbeda dengan diabetes mellitus (tipe 1 dan 2) yang disebabkan oleh masalah insulin, diabetes insipidus terjadi karena gangguan pada hormon arginine vasopressin (AVP), atau dikenal juga sebagai antidiuretic hormone (ADH).

Sahabat.com - Ketika mendengar kata diabetes, sebagian besar orang langsung berpikir tentang gula darah tinggi. Padahal, ada satu jenis diabetes yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan gula, melainkan dengan gangguan hormon pengatur keseimbangan air tubuh. 

Kondisi ini disebut diabetes insipidus, dan bisa membuat seseorang terus-menerus haus, buang air kecil berlebihan, hingga mengalami dehidrasi parah — meski sudah minum air dalam jumlah banyak.

Berbeda dengan diabetes mellitus (tipe 1 dan 2) yang disebabkan oleh masalah insulin, diabetes insipidus terjadi karena gangguan pada hormon arginine vasopressin (AVP), atau dikenal juga sebagai antidiuretic hormone (ADH). 

Hormon ini diproduksi oleh kelenjar pituitari di otak dan berfungsi mengatur berapa banyak air yang harus disimpan tubuh. Jika hormon ini tidak cukup, atau jika ginjal tidak meresponsnya dengan baik, maka tubuh kehilangan kemampuan untuk menahan air. Akibatnya, penderitanya akan terus merasa haus dan memproduksi urine dalam jumlah sangat banyak dan encer.

Menurut Dan Baumgardt dari University of Bristol, kondisi ini bisa menyerang siapa saja dan sering kali tidak disadari karena gejalanya mirip seperti kebiasaan “banyak minum air”. 

“Masalahnya bukan pada gula darah, tetapi pada kegagalan sistem pengendali cairan tubuh,” jelas Baumgardt. Ia menambahkan bahwa meski jarang dibahas, diabetes insipidus bisa berdampak serius jika tidak ditangani dengan cepat.

Ada beberapa penyebab utama dari diabetes insipidus. AVP-deficiency (dulu disebut central diabetes insipidus) biasanya terjadi karena kerusakan otak akibat tumor, cedera kepala, atau infeksi seperti sifilis dan TBC.

Bahkan, kehamilan juga bisa memicu bentuk khusus yang disebut gestational diabetes insipidus, karena plasenta memecah hormon AVP di aliran darah. Untungnya, kondisi ini biasanya hilang setelah melahirkan.

Pasien dengan kekurangan AVP biasanya dapat ditolong dengan desmopressin, versi sintetis dari hormon alami yang bisa digunakan dalam bentuk tablet, suntikan, atau semprotan hidung. Obat ini membantu tubuh mengatur kembali kadar air dan mengurangi gejala haus berlebihan.

Namun, jika masalahnya bukan pada produksi hormon, melainkan pada resistensi ginjal terhadap AVP (nephrogenic diabetes insipidus), pengobatan menjadi lebih rumit. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kelainan bawaan atau efek samping obat seperti lithium, yang digunakan untuk gangguan bipolar. 

Dalam kasus ini, pengaturan pola makan rendah garam dan perhatian ekstra terhadap asupan cairan sangat penting.
Yang lebih membingungkan lagi, ada jenis langka yang disebut dipsogenic diabetes insipidus, di mana pusat rasa haus di otak rusak akibat trauma, tumor, atau infeksi. 

Penderitanya merasa haus terus-menerus, minum air berlebihan, dan justru memperparah kondisi karena kadar natrium dalam darah bisa turun drastis hingga menyebabkan sakit kepala, kejang, bahkan koma.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa “terlalu banyak air pun bisa berbahaya”. 

Tren gaya hidup yang mendorong minum air dalam jumlah besar — bahkan hingga delapan liter sehari — tidak selalu aman. Terlalu banyak air bisa menyebabkan overhidrasi dan gangguan elektrolit yang berisiko fatal.

Diabetes insipidus mengajarkan kita bahwa tidak semua yang berlabel ‘diabetes’ berkaitan dengan gula. Jika kamu atau orang terdekat sering merasa haus ekstrem, sering buang air kecil, dan tidak kunjung membaik meski sudah banyak minum, segera periksakan diri ke dokter. Bisa jadi penyebabnya bukan gula, tapi gangguan hormon yang mengacaukan keseimbangan cairan tubuh.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment