Chip Mata Bertenaga AI Ini Bikin Orang Buta Bisa Melihat dan Membaca Lagi

21 Oktober 2025 11:51
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Para peneliti berhasil mengembalikan penglihatan pasien buta menggunakan implan mata bertenaga kecerdasan buatan bernama PRIMA, sebuah chip mungil seukuran SIM card yang bekerja sama dengan kacamata augmented reality (AR).

Sahabat.com - Bayangkan kehilangan penglihatan selama bertahun-tahun, lalu suatu hari bisa kembali membaca, mengenali huruf, dan melihat dunia di sekitar. Hal luar biasa inilah yang kini terjadi berkat terobosan medis dari University College London (UCL). 

Para peneliti berhasil mengembalikan penglihatan pasien buta menggunakan implan mata bertenaga kecerdasan buatan bernama PRIMA, sebuah chip mungil seukuran SIM card yang bekerja sama dengan kacamata augmented reality (AR).

Dalam uji klinis yang dipublikasikan di The New England Journal of Medicine, sebanyak 84% peserta berhasil mengenali huruf, angka, dan kata setelah menggunakan teknologi ini. Sebelumnya, mereka sama sekali tak bisa membaca atau bahkan melihat bagan penglihatan biasa. 

Dengan implan PRIMA, sebagian besar pasien kini bisa membaca rata-rata lima baris teks pada grafik penglihatan standar—sebuah capaian yang dianggap mustahil sebelumnya.

Implan PRIMA bekerja dengan cara mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang langsung dikirim ke otak melalui saraf optik. Pasien menggunakan kacamata AR dengan kamera mini yang terhubung ke komputer kecil di pinggang. Kamera menangkap gambar, lalu chip di dalam mata menerjemahkannya menjadi sinyal visual yang dipahami otak. Dalam waktu sekitar satu bulan setelah operasi, penglihatan buatan mulai diaktifkan dan pasien menjalani rehabilitasi untuk melatih “cara baru melihat dunia”.

Menurut Dr. Mahi Muqit, peneliti dari UCL dan konsultan senior di Moorfields Eye Hospital, “Dalam sejarah penglihatan buatan, ini adalah era baru. Pasien buta kini benar-benar bisa mendapatkan kembali penglihatan sentral mereka, dan yang lebih penting—mereka bisa membaca lagi. Ini bukan sekadar perubahan medis, tapi perubahan hidup.”

Ia menambahkan, “Operasi chip PRIMA bisa dilakukan oleh ahli bedah retina terlatih hanya dalam waktu kurang dari dua jam. Artinya, teknologi ini berpotensi bisa diakses oleh semua pasien yang mengalami kebutaan akibat degenerasi makula kering.”

Salah satu pasien, Sheila Irvine, menceritakan pengalaman emosionalnya setelah menerima implan tersebut. 

“Sebelum operasi, rasanya seperti ada dua lingkaran hitam di mata saya. Saya dulu gemar membaca buku dan kehilangan itu membuat saya sedih. Tapi setelah chip ini dipasang, saya mulai bisa melihat huruf lagi—rasanya luar biasa. Tidak mudah belajar membaca ulang, tapi setiap kemajuan kecil membuat saya semakin bersemangat,” ujarnya dengan haru. 

Ia kini kembali bisa membaca resep obat, tulisan kecil di kemasan makanan, hingga mengisi teka-teki silang, sesuatu yang dulu mustahil ia lakukan.

Teknologi PRIMA ini dikembangkan oleh Science Corporation (science.xyz), perusahaan yang fokus pada rekayasa neural dan antarmuka otak-komputer. Chip tersebut sangat tipis—hanya 0,03 milimeter, setengah dari ketebalan rambut manusia—dan bekerja seperti panel surya mini di dalam mata. Dengan bantuan kacamata AR dan komputer kecil, chip ini menangkap sinyal inframerah dan meneruskannya ke otak untuk menciptakan persepsi visual baru.

Uji coba melibatkan 38 pasien dari lima negara, termasuk Inggris, Prancis, Italia, dan Belanda. Hasilnya membuka jalan menuju persetujuan regulasi dan penggunaan klinis yang lebih luas. Para peneliti optimistis teknologi ini bisa menjadi solusi bagi sekitar 5 juta orang di seluruh dunia yang menderita kebutaan akibat degenerasi makula kering (AMD).

Dr. Muqit menegaskan bahwa ini baru permulaan: “Pintu kini terbuka untuk perangkat medis di bidang ini. Tidak ada pengobatan yang disetujui untuk AMD kering, jadi teknologi seperti PRIMA bisa jadi masa depan. Tapi pasien juga harus menjalani rehabilitasi dan belajar menggunakan cara baru melihat, karena ini bukan sekadar menanam chip dan langsung bisa melihat.”

Harapan baru bagi mereka yang hidup dalam kegelapan kini nyata adanya. Dengan kombinasi kecerdasan buatan, teknologi optik, dan ketekunan para pasien, masa depan penglihatan buatan semakin dekat—dan mungkin, suatu hari nanti, tidak ada lagi kata “buta selamanya”.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment