Dampak Makanan Olahan terhadap Kualitas Otot

06 Desember 2024 11:48
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak konsumsi makanan ultra-olahan, semakin tinggi jumlah lemak intramuskular di otot paha, tanpa dipengaruhi oleh jumlah kalori yang dikonsumsi.

Sahabat.com - Pola makan yang tinggi makanan olahan terkait dengan peningkatan jumlah lemak yang terakumulasi dalam otot paha, meskipun kalori yang dikonsumsi atau tingkat aktivitas fisik tidak berpengaruh. Penelitian yang dipresentasikan pada pertemuan tahunan Radiological Society of North America (RSNA) ini juga menemukan bahwa lemak intramuskular yang lebih banyak dapat meningkatkan risiko osteoartritis lutut.

Penggunaan bahan alami dan kurang diproses dalam diet modern telah menurun, sering digantikan oleh bahan-bahan yang telah melalui proses industri, seperti pewarna, perasa, atau bahan kimia. Makanan olahan seperti sereal sarapan, margarin, makanan ringan kemasan, hot dog, minuman manis, permen, pizza beku, makanan siap saji, dan roti kemasan sering mengandung bahan sintetis dan diproses secara intensif.

Makanan ultra-olahan ini memiliki daya tarik karena praktis dan dapat bertahan lebih lama. Kombinasi gula, lemak, garam, dan karbohidrat di dalamnya merangsang sistem penghargaan otak, yang membuat orang sulit berhenti mengonsumsinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara konsumsi makanan ultra-olahan dan akumulasi lemak intramuskular di paha. 

"Yang membedakan penelitian ini adalah penelitiannya yang mengkaji dampak kualitas makanan, khususnya makanan olahan, terhadap lemak intramuskular di otot paha yang diukur dengan MRI," ujar Zehra Akkaya, MD, peneliti utama dan mantan Fulbright Scholar di Departemen Radiologi dan Pencitraan Biomedis, University of California, San Francisco. 

"Ini adalah studi pencitraan pertama yang menyelidiki hubungan antara kualitas otot rangka yang dinilai dengan MRI dan pola makan."

Dalam penelitian ini, data dari 666 peserta yang terlibat dalam Osteoarthritis Initiative dianalisis. Mereka semua tidak menderita osteoartritis, berdasarkan hasil pencitraan. Osteoarthritis Initiative adalah studi yang didanai oleh National Institutes of Health untuk memahami cara mencegah dan mengobati osteoartritis lutut.

"Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penurunan jumlah dan fungsi otot paha dapat berhubungan dengan timbulnya osteoartritis lutut," jelas Dr. Akkaya. 

"Pada gambar MRI, penurunan ini terlihat sebagai penggantian serat otot dengan lapisan lemak."

Dari 666 peserta (455 pria, 211 wanita) dengan usia rata-rata 60 tahun, mayoritas memiliki berat badan berlebih dengan indeks massa tubuh (IMT) 27. Sekitar 40% dari pola makan mereka terdiri dari makanan olahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak konsumsi makanan ultra-olahan, semakin tinggi jumlah lemak intramuskular di otot paha, tanpa dipengaruhi oleh jumlah kalori yang dikonsumsi.

"Di kalangan orang dewasa yang berisiko osteoartritis lutut atau pinggul, konsumsi makanan ultra-olahan terkait dengan peningkatan lemak di otot paha," ujar Dr. Akkaya. 

"Temuan ini berlaku meskipun mempertimbangkan faktor lain seperti asupan kalori, BMI, tingkat aktivitas, dan faktor demografis."

Menangani faktor gaya hidup yang bisa diubah—terutama pencegahan obesitas melalui diet sehat dan olahraga yang cukup—telah menjadi pendekatan utama dalam pengelolaan osteoartritis lutut, kata Dr. Akkaya.

"Osteoartritis adalah masalah kesehatan global yang semakin berkembang dan mahal. Penyakit ini menyumbang sebagian besar biaya perawatan kesehatan non-kanker di AS dan dunia," kata Dr. Akkaya. 
"Karena kondisi ini sangat terkait dengan obesitas dan gaya hidup tidak sehat, ada berbagai cara untuk mengubah pola hidup dan mengelola penyakit ini."

Melalui penelitian ini, yang mengeksplorasi pengaruh konsumsi makanan ultra-olahan terhadap komposisi otot, para peneliti berharap dapat memberikan wawasan lebih tentang dampak makanan terhadap kesehatan otot.

"Memahami hubungan ini sangat penting, karena bisa memberikan perspektif baru tentang bagaimana kualitas pola makan mempengaruhi kesehatan muskuloskeletal," tambah Dr. Akkaya.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment