Demam Tifoid Semakin Kebal Antibiotik, Ancaman Kesehatan Global Mengintai

22 April 2025 14:41
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Jika tifoid tidak diobati, tingkat kematiannya bisa mencapai 20 persen. Saat ini, sekitar 11 juta kasus tifoid terjadi setiap tahun di seluruh dunia.

Sahabat.com - Demam tifoid atau tipes masih menjadi ancaman serius di berbagai negara, terutama di kawasan Asia Selatan. 

Meskipun penyakit ini sudah jarang ditemukan di negara-negara maju, bakteri penyebabnya terus bermutasi dan kini semakin sulit diobati dengan antibiotik.

Penelitian terbaru yang dipublikasikan pada tahun 2022 menunjukkan bahwa Salmonella enterica serovar Typhi (S. Typhi), bakteri penyebab tifoid, semakin kebal terhadap berbagai jenis antibiotik. 

Bahkan, jenis yang disebut extensively drug-resistant (XDR) Typhi kini menggantikan strain yang sebelumnya masih bisa diobati.

Selama periode 2014 hingga 2019, para peneliti melakukan pengurutan genetik terhadap 3.489 strain S. Typhi dari Nepal, Bangladesh, Pakistan, dan India. 

Hasilnya, ditemukan peningkatan signifikan jumlah XDR Typhi yang kebal terhadap antibiotik lini pertama seperti ampisilin, kloramfenikol, dan trimetoprim/sulfametoksazol. 

Lebih parah lagi, bakteri ini mulai kebal terhadap antibiotik generasi baru seperti fluorokuinolon dan sefalosporin generasi ketiga.

Penyebaran strain ini juga semakin luas. Sejak 1990, setidaknya sudah ditemukan hampir 200 kasus penyebaran internasional, termasuk ke Asia Tenggara, Afrika Timur dan Selatan, bahkan hingga Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris.

"Kecepatan penyebaran strain S. Typhi yang sangat resisten ini menjadi perhatian serius. Kita harus segera memperluas langkah pencegahan, terutama di negara-negara yang paling berisiko," kata Dr. Jason Andrews, pakar penyakit menular dari Universitas Stanford.

Strain XDR pertama kali ditemukan di Pakistan pada 2016, dan pada 2019 sudah menjadi jenis paling dominan di negara tersebut. Dulu, antibiotik seperti quinolone, sefalosporin, dan makrolida masih bisa diandalkan. Namun kini, hampir semua obat oral sudah tak efektif. 

Azitromisin, satu-satunya antibiotik oral yang tersisa, juga mulai terancam karena munculnya mutasi baru.

Jika tifoid tidak diobati, tingkat kematiannya bisa mencapai 20 persen. Saat ini, sekitar 11 juta kasus tifoid terjadi setiap tahun di seluruh dunia.

Vaksin konjugat tifoid terbukti efektif mencegah penularan. Pakistan bahkan menjadi negara pertama yang mengadopsi vaksin ini dalam program imunisasi rutin. 

Studi di India memperkirakan vaksinasi anak-anak di perkotaan dapat mencegah hingga 36 persen kasus dan kematian akibat tifoid.

Para ahli mendesak agar lebih banyak negara segera mengikuti langkah ini. Selain itu, investasi dalam pengembangan antibiotik baru juga sangat penting untuk menghadapi kemungkinan krisis kesehatan global akibat resistansi antibiotik.

"Jika kita tidak bertindak sekarang, dunia bisa menghadapi wabah besar selanjutnya yang lebih sulit dikendalikan," tegas para peneliti.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment