Gangguan Kesehatan Mental Paling Banyak Dialami Oleh Generasi Z, Berdasarkan Survei Ini!

30 Agustus 2024 11:29
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Ada juga pandangan bahwa gangguan kesehatan mental pada anak dianggap sebagai gangguan mistik, dan beberapa orangtua mungkin membawa anak mereka kepada ustaz atau melakukan ritual mistik lainnya, bukan mencari bantuan medis yang tepat.

Sahabat.com - Remaja, yang berada dalam masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, mengalami banyak perubahan fisik dan psikologis yang membuat emosinya tidak stabil. Ketidakstabilan ini sering kali dikaitkan dengan gangguan kesehatan mental.

Berdasarkan Data Survey Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang diproses oleh Tim Jurnalisme Data Harian Kompas, prevalensi depresi di berbagai kelompok usia adalah sebagai berikut:

- Usia 15-24 tahun: 2%
- Usia 25-34 tahun: 1,3%
- Usia 35-44 tahun: 1%
- Usia 45-54 tahun: 1,1%
- Usia 55-64 tahun: 1,2%
- Usia 65-74 tahun: 1,6%
- Usia 75 tahun ke atas: 1,9%

Sementara itu, prevalensi depresi yang mendapatkan perawatan medis adalah sebagai berikut:

- Usia 15-24 tahun: 10,4%
- Usia 25-34 tahun: 11,7%
- Usia 35-44 tahun: 13,8%
- Usia 45-54 tahun: 12,3%
- Usia 55-64 tahun: 17,7%
- Usia 65-74 tahun: 15,4%
- Usia 75 tahun ke atas: 15,4%

Tim Jurnalisme Data Albertus Krisna mengungkapkan bahwa kelompok usia 15-24 tahun, yang merupakan Gen Z, memiliki prevalensi depresi yang tinggi. "Namun, mereka memiliki angka kunjungan ke profesional kesehatan mental yang relatif rendah, yaitu hanya 10,4%," jelas Krisna.

Ini menunjukkan bahwa meskipun banyak anggota Gen Z menyadari masalah kesehatan mental mereka, hanya sedikit yang mencari bantuan profesional. Krisna menjelaskan bahwa salah satu penyebabnya adalah ketidaknyamanan untuk berbicara dengan orangtua, yang sering kali dianggap tabu.

Ada juga pandangan bahwa gangguan kesehatan mental pada anak dianggap sebagai gangguan mistik, dan beberapa orangtua mungkin membawa anak mereka kepada ustaz atau melakukan ritual mistik lainnya, bukan mencari bantuan medis yang tepat.

Beberapa remaja yang merasa memiliki gangguan mental memilih untuk mencari bantuan secara mandiri. 

"Beberapa dari mereka mengunjungi psikolog secara diam-diam atau menggunakan uang pribadi mereka, meskipun biaya psikolog bisa tinggi," kata Krisna.

Ada juga yang mencoba memahami dan menjelaskan kondisi mereka sendiri kepada orangtua mereka. 

"Salah satu anak membuat presentasi untuk menjelaskan masalahnya dan bagaimana pengasuhan orangtua memengaruhi kesehatan mentalnya. Setelah itu, orangtuanya mulai menyadari dan memberikan dukungan, termasuk membawa anaknya ke rumah sakit jiwa secara rutin," tambah Krisna.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment