Ilmuwan Temukan Hubungan 'Bahan Kimia Abadi' dalam Air Minum AS dengan Peningkatan Risiko Kanker

28 Januari 2025 17:47
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Para ilmuwan telah lama mengaitkan senyawa kimia PFAS dengan beberapa jenis kanker, termasuk kanker ginjal, payudara, dan testis. Salah satu bahan kimia, PFOA, bahkan telah diklasifikasikan sebagai karsinogen oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker.

Sahabat.com - Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa masyarakat Amerika Serikat yang terpapar air minum yang terkontaminasi dengan 'bahan kimia abadi' atau PFAS (per- dan polyfluoroalkyl substances) memiliki tingkat kanker tertentu yang lebih tinggi, mencapai hingga 33 persen lebih tinggi.

Para ilmuwan telah lama mengaitkan senyawa kimia PFAS dengan beberapa jenis kanker, termasuk kanker ginjal, payudara, dan testis. Salah satu bahan kimia, PFOA, bahkan telah diklasifikasikan sebagai karsinogen oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker.

PFAS pertama kali digunakan dalam produk konsumen dan industri pada tahun 1940-an. Meski beberapa jenisnya sudah mulai digantikan, bahan kimia ini sangat sulit terurai dan tetap ada di lingkungan. PFAS ditemukan dalam berbagai produk seperti jas hujan, kain pelapis, bungkus makanan, panci anti lengket, dan busa pemadam kebakaran. Ketika produk-produk ini hancur dan terurai, senyawa tersebut masuk ke dalam makanan, air minum, dan tubuh manusia.

Penelitian ini berdasarkan data yang dikumpulkan antara 2016 hingga 2021 dari lebih dari 1.000 daerah di AS, yang mencakup sekitar 156,1 juta orang, atau setengah dari populasi AS. Tim peneliti memperkirakan bahwa PFAS dalam air minum dapat menyebabkan antara 4.000 hingga 7.000 kasus kanker setiap tahunnya.

Studi ini menemukan bahwa empat jenis kanker menunjukkan peningkatan di wilayah yang terkontaminasi PFAS pada tingkat yang mencurigakan, antara lain kanker pada sistem pencernaan, sistem endokrin, orofaring, dan sistem pernapasan. 

"Temuan ini memberikan gambaran awal tentang hubungan antara beberapa jenis kanker langka dan paparan PFAS," kata Shiwen Li, peneliti dari Keck School of Medicine.

PFAS dikenal mudah larut dalam air dan dapat memasuki tubuh melalui kulit dan paru-paru. Namun, paparan utama terjadi melalui konsumsi air minum dan makanan, yang mengarah ke kontak langsung dengan senyawa tersebut di mulut dan tenggorokan. Senyawa ini kemudian dapat menyebar ke jaringan lain melalui aliran darah.

Studi sebelumnya menunjukkan bahwa ginjal, yang berfungsi untuk membuang zat kimia tersebut, dapat rusak akibat paparan jangka panjang, sehingga berpotensi menyebabkan kanker ginjal. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa PFBS (asam perfluorobutana sulfonat), salah satu senyawa pengganti PFAS lainnya, memiliki kaitan yang kuat dengan kanker mulut dan tenggorokan, dengan tingkat kejadian kanker ini 33 persen lebih tinggi pada individu yang terpapar PFBS.

Meskipun penelitian tentang dampak kesehatan PFBS masih terbatas, EPA (Environmental Protection Agency) menganggapnya lebih sedikit toksiknya dibandingkan dengan PFOS dan PFOA, yang telah lebih banyak diteliti. Namun, potensi toksisitas suatu senyawa hanya salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam menilai risikonya. Tingkat paparan juga harus menjadi perhatian utama.

Peneliti menekankan pentingnya studi lebih lanjut untuk memahami mekanisme di balik kaitan antara PFAS dan kanker, serta pentingnya regulasi yang lebih ketat terhadap bahan kimia ini. "PFAS yang kurang diteliti perlu diawasi lebih ketat, dan regulator harus mempertimbangkan potensi risiko dari jenis PFAS lainnya yang belum diatur secara ketat," tambah Li.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment