Waspada! Headphone Noise-Cancelling Bisa Bikin Telingamu "Malas" Dengarkan Dunia Sekitar

11 Juli 2025 20:53
Penulis: Alamsyah, lifestyle
menurut ahli audiologi dari Universitas Colorado, Dr. Cory Portnuff, klaim ini masih spekulatif banget dan belum terbukti secara ilmiah.

Sahabat.com - Akhir-akhir ini, ramai dibahas soal headphone noise-cancelling yang katanya bikin anak muda jadi makin susah mendengar dengan jelas—bukan karena telinganya rusak, tapi otaknya yang kesulitan memproses suara. 
Yup, ini dikenal sebagai Auditory Processing Disorder atau APD. 

Tapi tenang dulu, menurut ahli audiologi dari Universitas Colorado, Dr. Cory Portnuff, klaim ini masih spekulatif banget dan belum terbukti secara ilmiah.

Dr. Cory bilang, "Yang paling penting itu volume suara yang langsung masuk ke telinga lewat headphone, bukan sekadar teknologinya." 

Jadi, intinya bukan karena noise-cancelling-nya, tapi karena kita suka banget nyetel volume tinggi-tinggi, padahal teknologi ini justru bisa bantu kita mendengar lebih nyaman tanpa perlu mengeraskan suara.

Noise-cancelling sendiri punya dua jenis lho. Ada yang aktif, yang kerjanya ngeluarin gelombang suara kebalikan dari suara bising luar, jadi otomatis ‘ngilangin’ suara itu. Ada juga yang pasif, cukup ngeblok suara luar secara fisik, kayak pakai earplug atau penutup telinga yang rapat.
Teknologi ini paling ampuh buat meredam suara yang stabil, kayak suara mesin pesawat. Tapi kalau udah suara obrolan orang, suara klakson, atau kereta lewat, ya agak susah dihilangin sepenuhnya. 

Meski begitu, tiap tahun teknologi noise-cancelling makin canggih kok, terutama di headphone kelas atas.
Lalu, apakah headphone model begini bisa melindungi pendengaran kita? Sayangnya enggak. Mereka bukan alat pelindung telinga dari suara ekstrem kayak mesin pemotong rumput atau palu godam. Tapi mereka bisa bantu kita nurunin volume musik karena gangguan dari luar udah berkurang. Dan itu bagus, karena volume tinggi terlalu lama bisa bikin telinga beneran rusak.

Nah, soal APD itu sendiri, intinya bukan soal telinga yang rusak, tapi otak yang kesulitan membedakan suara, terutama di tempat ramai. Anak-anak di sekolah yang susah fokus dengar suara guru di tengah teman-teman yang berisik bisa jadi contoh nyata. APD juga sering muncul di orang-orang dengan kondisi neurodivergen seperti autisme. Kadang malah susah dibedakan dari gangguan kognitif biasa.

APD biasanya udah ada sejak lahir, tapi bisa juga muncul gara-gara cedera otak atau karena faktor usia. 

Dr. Cory menjelaskan bahwa banyak orang salah paham dan mengira headphone noise-cancelling bikin kemampuan otak menurun karena terlalu dimanjakan dari suara bising. Tapi sampai sekarang, belum ada bukti klinis kuat soal itu.

Yang benar, makin banyak orang sekarang sadar soal APD karena kemudahan akses informasi di internet. Ini bikin lebih banyak orang merasa cocok dengan gejalanya dan akhirnya mencari pertolongan. Tapi, bukan berarti kasusnya meningkat, hanya kesadarannya aja yang makin tinggi.

Kalau mau tahu seseorang punya APD atau enggak, biasanya dokter mulai dengan tes pendengaran biasa. Kalau telinga sehat-sehat aja tapi tetap ada keluhan, baru dilanjut ke tes pemrosesan suara. Tes ini bakal lihat kemampuan mendengar kata berbeda di dua telinga, kemampuan mendengar di tempat ramai, sampai kecepatan otak memproses suara cepat.

Kabar baiknya, APD bisa ditangani kok! Ada terapi yang semacam ‘fisioterapi buat telinga’, namanya auditory training. Bisa juga dibantu dengan alat bantu dengar untuk kasus ringan atau pakai mikrofon jarak jauh yang mengirim suara langsung ke telinga kita.

“Kalau kamu punya APD, ada banyak cara untuk membantumu tetap bisa mendengar dengan lebih baik,” tutup Dr. Cory.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment