Ilmuwan Temukan Rahasia Hilangnya Waktu Istirahat di Kota-Kota Besar

06 Oktober 2025 17:28
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Para ahli menegaskan, solusi untuk masalah ini bukan hanya tidur lebih lama, tetapi juga merancang ulang gaya hidup dan tata kota. Dengan transportasi yang lebih efisien, perumahan yang layak, serta ruang pribadi yang lebih manusiawi, kualitas tidur penduduk kota bisa jauh lebih baik.

Sahabat.com - Peneliti dari Osaka Metropolitan University menemukan fakta menarik yang mungkin sering dirasakan para penghuni kota besar: semakin kecil rumahmu dan semakin lama waktu yang kamu habiskan di perjalanan, semakin besar risiko kamu mengalami insomnia dan rasa kantuk berlebihan di siang hari. 

Penelitian ini dilakukan di wilayah metropolitan Tokyo, yang dikenal dengan gaya hidup cepat, padat, dan mahal, dan hasilnya membuka mata tentang harga mahal yang dibayar manusia modern demi kenyamanan hidup di kota.

Menurut tim peneliti yang dipimpin Profesor Daisuke Matsushita, penelitian ini menunjukkan adanya “pertukaran” yang tak terhindarkan antara kenyamanan tinggal di pusat kota dan kualitas tidur yang menurun. 

“Pilihan tempat tinggal yang memperhitungkan jarak dan ukuran rumah dapat membantu meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi kerugian ekonomi akibat kurang tidur,” ujar Matsushita dalam pernyataannya.

Para ilmuwan menganalisis data dari survei online yang melibatkan warga Tokyo dengan metode acak berlapis. 

Mereka menghitung waktu perjalanan harian menggunakan sistem pencarian rute berdasarkan kode pos rumah dan kantor responden, serta menilai tingkat insomnia dan kantuk siang hari menggunakan dua alat ukur ilmiah: Athens Insomnia Scale dan Epworth Sleepiness Scale. 

Bahkan setelah mempertimbangkan faktor demografis dan sosial ekonomi, hasilnya tetap sama—semakin lama perjalanan, semakin buruk kualitas tidur seseorang.

Fakta lain yang menarik, ukuran rumah ternyata punya peran besar dalam menentukan seberapa nyenyak seseorang bisa tidur. Rumah yang terlalu kecil meningkatkan risiko insomnia, sementara waktu perjalanan lebih dari 52 menit per hari sudah cukup untuk melewati batas ambang gangguan tidur.

Fenomena ini disebut para peneliti sebagai “kompromi perkotaan” di mana kenyamanan hidup di kota dengan segala akses cepat dan efisiensinya ternyata dibayar mahal dengan hilangnya istirahat berkualitas. Kondisi rumah yang sempit, bising, dan kurang nyaman, ditambah stres karena perjalanan panjang, membuat otak dan tubuh sulit mendapatkan tidur yang benar-benar memulihkan energi.

Hasil studi ini, yang dipublikasikan dalam jurnal Journal of Transport and Health, menjadi peringatan bagi kota-kota besar di seluruh dunia. Meningkatnya angka gangguan tidur bukan sekadar masalah pribadi, tetapi juga bisa memengaruhi produktivitas kerja, kesehatan mental, hingga biaya ekonomi negara akibat menurunnya performa masyarakat.

Para ahli menegaskan, solusi untuk masalah ini bukan hanya tidur lebih lama, tetapi juga merancang ulang gaya hidup dan tata kota. Dengan transportasi yang lebih efisien, perumahan yang layak, serta ruang pribadi yang lebih manusiawi, kualitas tidur penduduk kota bisa jauh lebih baik.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment