Sahabat.com - Penelitian terbaru mengungkapkan bagaimana infeksi yang sering terjadi pada tiga tahun pertama kehidupan memengaruhi kesehatan jangka panjang anak, mendorong para dokter anak untuk bertindak lebih awal demi hasil yang lebih baik.
Dalam studi terbaru yang diterbitkan di JAMA Network Open, sekelompok ilmuwan dari Denmark meneliti bagaimana infeksi umum pada masa kanak-kanak memengaruhi kemungkinan terjadinya infeksi parah dan penggunaan antibiotik di kemudian hari. Mereka memantau episode infeksi sejak lahir hingga usia tiga tahun dan mengeksplorasi pengaruhnya terhadap hasil kesehatan hingga usia 10 atau 13 tahun, memberikan wawasan untuk prognosis dan perawatan anak.
Infeksi dini yang paling umum adalah flu, yang tercatat rata-rata 12,3 episode per anak antara lahir dan usia tiga tahun, menyoroti dominasi penyakit saluran pernapasan dalam membentuk risiko kesehatan jangka panjang.
Infeksi pada masa kanak-kanak memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan dan perkembangan serta berkontribusi pada angka kesakitan dan kematian global. Infeksi yang sering terjadi pada kehidupan awal dapat meningkatkan risiko anak-anak mengalami kondisi kronis seperti asma, alergi, gangguan metabolisme, dan infeksi berat yang berulang. Selain itu, faktor sosial dan lingkungan, termasuk kehidupan di perkotaan, merokok ibu, dan kehadiran anak di fasilitas penitipan anak, diketahui memengaruhi tingkat infeksi.
Infeksi saluran pernapasan, yang paling umum pada masa kanak-kanak, dapat menyebabkan masalah paru-paru jangka panjang, sementara penyakit gastrointestinal dan demam juga sering ditemukan pada anak-anak. Penelitian sebelumnya telah menyoroti hubungan antara beban infeksi dan penggunaan antibiotik, tetapi data komprehensif dari studi longitudinal masih kurang.
Selain itu, meskipun penting untuk memahami infeksi pada masa hidup dini untuk mengetahui trajektori kesehatan, masih ada kekurangan dalam menentukan bagaimana jenis dan frekuensi infeksi memengaruhi hasil jangka panjang. Mengatasi kekurangan ini dapat meningkatkan strategi pencegahan dan perencanaan perawatan untuk populasi yang rentan, mengurangi dampak jangka panjang infeksi pada masa kanak-kanak.
Dalam studi ini, para peneliti menggunakan data longitudinal dari Copenhagen Prospective Studies on Asthma in Childhood (COPSAC2010) yang dilakukan di Denmark. Studi ini mengikuti 614 anak dari lahir hingga usia 10 atau 13 tahun.
Pengumpulan data mencakup diari harian rinci yang dipelihara oleh orang tua sejak lahir hingga tiga tahun, catatan gejala, diagnosis yang dikonfirmasi oleh dokter, dan pengobatan untuk kondisi seperti flu, pneumonia, otitis media akut (infeksi telinga tengah), radang amandel, demam, dan gastroenteritis. Studi ini menemukan rata-rata 16,4 episode infeksi per anak antara lahir dan usia tiga tahun, dengan flu sebagai yang paling sering. Entri tersebut divalidasi selama kunjungan klinis yang dijadwalkan.
Tim ini mengkategorikan dan menganalisis episode infeksi untuk mengukur keterkaitannya dengan infeksi parah yang lebih lanjut dan penggunaan antibiotik sistemik. Mereka juga mengambil data tentang tindak lanjut klinis, termasuk diagnosis dan resep dari dokter yang tercatat dalam basis data nasional sejak usia tiga tahun ke atas. Anak-anak dengan kelainan bawaan atau defisiensi kekebalan tubuh dikeluarkan dari studi ini untuk memastikan hasil yang dapat digeneralisasi pada populasi sehat.
Variabel seperti faktor sosial ekonomi, perilaku ibu, kehadiran saudara kandung, dan paparan lingkungan disesuaikan dalam analisis, mengurangi potensi faktor pengganggu. Beban infeksi dianalisis menggunakan model regresi quasi-Poisson, yang memberikan estimasi yang akurat meskipun ada variabilitas data.
Studi ini juga melakukan analisis subtipe untuk mengevaluasi dampak infeksi spesifik, seperti pneumonia atau episode flu, terhadap risiko di kemudian hari. Sampel saluran pernapasan akut diambil dari anak-anak dengan gejala pernapasan parah selama tiga tahun pertama, dan patogen virus, termasuk rhinovirus dan enterovirus, berhasil diidentifikasi.
Spesifisitas Virus
Rhinovirus dan enterovirus, tetapi bukan virus syncytial pernapasan (RSV), ditemukan sangat terkait dengan risiko pneumonia di kemudian hari, yang menunjukkan bahwa beberapa virus mungkin memainkan peran yang lebih kritis dalam trajektori kesehatan masa kanak-kanak.
Studi ini menemukan bahwa infeksi pada kehidupan dini secara signifikan memengaruhi risiko kesehatan di kemudian hari. Setiap episode infeksi dini meningkatkan risiko infeksi parah di kemudian hari sebesar 5% dan pengobatan antibiotik sistemik sebesar 2%.
Selain itu, anak-anak dengan beban infeksi tinggi memiliki risiko infeksi parah yang jauh lebih besar dan pengobatan antibiotik dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki beban infeksi lebih rendah. Anak-anak di kuartil tertinggi dari beban infeksi memiliki kemungkinan hingga tiga kali lebih besar untuk mengalami infeksi parah dibandingkan dengan yang ada di kuartil terendah.
Analisis subtipe mengungkapkan bahwa episode pneumonia dini terkait dengan risiko pneumonia di kemudian hari yang lebih tinggi hampir 50%, sementara flu dan otitis media akut juga berkontribusi pada peningkatan risiko. Infeksi virus, terutama rhinovirus dan enterovirus, dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan pneumonia di masa depan.
Hidup di perkotaan dikaitkan dengan tingkat infeksi yang lebih tinggi, tetapi temuan ini tetap konsisten setelah disesuaikan dengan variabel demografis dan lingkungan.
Sebagai kesimpulan, studi ini menunjukkan bahwa infeksi yang sering terjadi pada masa kanak-kanak awal secara signifikan meningkatkan risiko terkena infeksi parah dan memerlukan pengobatan antibiotik di kemudian hari.
0 Komentar
Mikroplastik Menyebar di Makanan Laut Populer
Studi: Pria Lebih Rentan Meninggal Akibat Cedera Otak Traumatis
China Temukan Kumpulan Strain Baru Mpox
Berapa Lama Harapan Hidup Setelah Didiagnosis Demensia
Leave a comment