Konsumsi Daging Merah Bisa Meningkatkan Risiko Diabetes Tipe 2, Banyak yang Belum Tahu

26 Desember 2024 11:42
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dalam 50 tahun terakhir, konsumsi daging di seluruh dunia telah meningkat. Di beberapa negara kaya, seperti Inggris, konsumsi daging merah cenderung stabil atau menurun, meskipun ada variasi besar dalam konsumsi daging antar negara.

Sahabat.com - Daging merah telah menjadi bagian dari pola makan manusia sejak zaman prasejarah. Daging ini merupakan sumber protein, vitamin (seperti vitamin B), dan mineral (seperti zat besi dan seng) yang sangat baik. Namun, daging merah telah lama dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, kanker, dan kematian dini. Yang mungkin belum banyak diketahui adalah hubungan antara konsumsi daging merah dan diabetes tipe 2.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam The Lancet pada September 2024 menyoroti kaitan ini dengan diabetes tipe 2 menggunakan data dari berbagai wilayah dunia, termasuk Amerika, Mediterania, Eropa, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat (dengan 20 negara terlibat).

Penelitian terbaru ini, yang melibatkan hampir 2 juta peserta, menemukan bahwa konsumsi daging merah yang tinggi, baik yang tidak diproses seperti daging sapi, kambing, dan babi, maupun yang diproses seperti bacon, salami, dan chorizo, dapat meningkatkan kejadian diabetes tipe 2.

Peneliti juga menyoroti adanya kaitan antara konsumsi unggas dengan insiden diabetes tipe 2, meskipun kaitannya lebih lemah dan bervariasi antar populasi.

Diabetes tipe 2 merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan mempengaruhi 462 juta orang di seluruh dunia. Penyakit ini terjadi ketika tubuh kita tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tidak dapat menggunakan insulin dengan baik.

Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh pankreas, sebuah kelenjar kecil berbentuk daun yang terletak di belakang perut dan di depan tulang belakang. Insulin membantu glukosa dalam darah masuk ke dalam sel tubuh, sehingga mencegah kadar gula darah menjadi terlalu tinggi.

Pada diabetes tipe 2, tubuh tidak memiliki cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin dengan baik (disebut resistensi insulin atau sensitivitas insulin yang terganggu), yang menyebabkan kadar gula darah meningkat. Gejalanya meliputi rasa haus yang berlebihan, sering buang air kecil, dan rasa lelah. Masalah kesehatan jangka panjangnya termasuk kerusakan saraf, masalah pada kaki, dan penyakit jantung.

Mekanisme pasti yang menghubungkan konsumsi daging merah dengan diabetes tipe 2 masih belum sepenuhnya jelas. Namun, beberapa faktor yang mungkin terlibat antara lain terkait dengan fungsi pankreas, sensitivitas insulin, atau kombinasi keduanya.

Daging merah mengandung lemak jenuh dalam jumlah tinggi dan rendah lemak tak jenuh ganda, yang bisa mengganggu sensitivitas insulin.

Penelitian juga menunjukkan bahwa konsumsi protein dalam jumlah tinggi dari sumber hewani (dibandingkan dengan sumber nabati) dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, kemungkinan karena tingginya kadar asam amino rantai cabang (BCAA) dalam protein hewani.

BCAA meliputi asam amino leusin, isoleusin, dan valin. Dalam sebuah studi kecil, infus BCAA dalam jangka pendek meningkatkan resistensi insulin pada manusia. Temuan serupa juga ditemukan dalam studi manusia yang lebih besar.

Kadar plasma BCAA yang tinggi dapat berasal dari berbagai faktor. Oleh karena itu, hubungan antara daging merah, BCAA, resistensi insulin, dan diabetes tipe 2 patut untuk diteliti lebih lanjut.

Mekanisme lain yang mungkin berperan adalah mikrobiota usus, yaitu kumpulan mikroba yang ada di usus kita. Mikrobiota kita memetabolisme kolin (nutrisi esensial yang larut dalam air) dan L-karnitin (asam amino yang ditemukan dalam makanan), keduanya banyak ditemukan dalam daging merah, yang menghasilkan trimetilamina. Peningkatan trimetilamina ini dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2.

Cara memasak daging juga dapat memperburuk masalah ini. Memasak daging pada suhu tinggi, seperti memanggang atau membakar, dapat menghasilkan senyawa berbahaya yang disebut "produk akhir glikasi lanjutan" (AGEs). Senyawa ini dapat merusak sel-sel tubuh akibat stres oksidatif, yang disebabkan oleh atom yang tidak stabil (radikal bebas), menyebabkan peradangan, dan meningkatkan resistensi insulin.

Daging merah memang kaya akan zat besi. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi zat besi jangka panjang atau kelebihan zat besi, terutama zat besi heme (zat besi dari sumber hewani), dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2.

Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dalam 50 tahun terakhir, konsumsi daging di seluruh dunia telah meningkat. Di beberapa negara kaya, seperti Inggris, konsumsi daging merah cenderung stabil atau menurun, meskipun ada variasi besar dalam konsumsi daging antar negara.

Di Inggris, misalnya, disarankan untuk mengonsumsi daging merah tidak lebih dari 70 gram (berat masak) per hari dan menghindari daging olahan. Rekomendasi serupa diberikan di banyak negara lainnya.

Dengan liburan musim dingin yang semakin dekat dan pertemuan keluarga yang semakin ramai, mengurangi konsumsi daging merah bisa jadi sulit, terutama bagi mereka yang sangat menyukai rasanya. Namun, nikmati momen ini tanpa khawatir, dan coba konsumsi sayuran kaya serat bersama daging merah jika memungkinkan.

Langkah kecil bisa diambil untuk mengurangi konsumsi daging merah, seperti mengatur porsi lebih kecil atau memilih satu hari dalam seminggu tanpa daging (misalnya Senin tanpa daging), atau mengganti sebagian (atau seluruhnya) daging dalam resep dengan ayam, ikan, kacang, lentil, atau sejenisnya.

Dan untuk hari-hari ketika Anda mengonsumsi daging merah, coba memasaknya dengan cara yang lebih sehat seperti merebus, mengukus, atau merebusnya—lebih baik daripada memanggang atau membakarnya.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment