Obesitas dan Pengobatan: Kapan Berat Badan Menjadi Masalah?

19 Februari 2025 11:35
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Beberapa obat, meskipun pada orang dengan obesitas, distribusinya dalam tubuh tidak terlalu terpengaruh oleh berat badan, sedangkan obat lain, dampaknya sangat signifikan.

Sahabat.com - Peneliti dan apoteker rumah sakit, Koen van Rhee, dari Universitas Leiden tengah mempelajari bagaimana obesitas memengaruhi kadar dua obat umum yang digunakan dalam tubuh. 

Ia juga mengembangkan metode bagi perusahaan farmasi untuk menguji obat baru pada pasien obesitas. 

Sebagai contoh, untuk orang yang sakit, dosis parasetamol yang umum diberikan adalah dua tablet 500 mg, yang diminum empat kali sehari. 

Dosis yang sama juga berlaku bagi individu yang memiliki kelebihan berat badan. Namun, beberapa obat lain seperti antibiotik perlu disesuaikan berdasarkan berat badan pasien.

Van Rhee menjelaskan bahwa terkadang orang yang lebih berat badan membutuhkan dosis obat lebih tinggi agar konsentrasi obat dalam darah tetap sama. 

Namun, hal ini tidak selalu terjadi. Beberapa obat, meskipun pada orang dengan obesitas, distribusinya dalam tubuh tidak terlalu terpengaruh oleh berat badan, sedangkan obat lain, dampaknya sangat signifikan. Ketidaksesuaian dosis ini bisa membuat pengobatan menjadi kurang efektif atau bahkan meningkatkan risiko efek samping.

Masih banyak obat yang belum diteliti secara mendalam mengenai pengaruh obesitas terhadap cara kerja obat tersebut. 

Van Rhee berfokus pada dua jenis obat yang umum digunakan, yakni antibiotik ciprofloxacin dan obat antijamur flukonazol. 

Menurutnya, pada penyakit menular, sangat penting untuk segera mendapatkan dosis yang tepat. Jika pengobatan untuk kondisi lain seperti tekanan darah tinggi sedikit lebih terlambat dalam penyesuaian dosis, hal itu tidak terlalu bermasalah. Namun, pada infeksi parah, waktu yang terbatas untuk menentukan dosis yang tepat sangat penting.

Penelitiannya juga menemukan bahwa dalam beberapa kasus, obat diberikan dengan dosis yang salah berdasarkan berat badan. Pengobatan untuk infeksi tertentu, misalnya, sering diresepkan berdasarkan per kilogram berat badan pasien, meskipun metabolisme obat tersebut tidak terpengaruh oleh berat badan yang lebih tinggi. 

Hal ini menyebabkan beberapa pasien menerima dosis yang terlalu tinggi, yang bisa menambah efek samping. Di sisi lain, ada juga obat yang memperhitungkan berat badan, namun petunjuk penggunaan tidak menyarankan penyesuaian dosis untuk pasien obesitas.

Salah satu alasan mengapa hal ini belum diteliti lebih dalam adalah karena perusahaan farmasi biasanya fokus menguji obat pada kelompok tertentu, seperti anak-anak, lansia, atau pasien dengan masalah hati atau ginjal. 

Namun, meskipun obesitas semakin umum, pengaruh obesitas terhadap obat-obatan masih jarang dipelajari secara sistematis, meski saat ini mulai mendapat perhatian lebih. 

Menurut Van Rhee, saat ini sekitar 13% dari populasi dunia mengalami obesitas, menjadikannya masalah yang mendesak untuk diteliti lebih lanjut.

Untuk menilai bagaimana berat badan memengaruhi konsentrasi obat dalam tubuh, Van Rhee meneliti pasien yang telah menjalani operasi penurunan berat badan. 

Kelompok ini memiliki berat badan yang tinggi, tetapi secara keseluruhan sehat, sehingga memudahkan peneliti untuk mempelajari efek obesitas tanpa adanya gangguan dari kondisi lain seperti masalah ginjal. 

Dari penelitian tersebut, ia menemukan bahwa ciprofloxacin tidak terurai lebih cepat pada orang dengan obesitas, yang berarti dosis standarnya masih aman untuk digunakan pada mereka.

Namun, mengapa obesitas dapat memengaruhi efektivitas obat dengan cara yang berbeda pada setiap jenis obat tidak mudah diprediksi. Van Rhee mengatakan bahwa meskipun obesitas dapat memengaruhi cara tubuh berfungsi, efeknya sangat bervariasi pada berbagai obat, bahkan pada obat yang tampak sangat mirip. 

Oleh karena itu, sulit untuk membuat aturan umum terkait hal ini. Ia berpendapat bahwa dampak obesitas seharusnya menjadi bagian dari penelitian rutin dalam pengembangan obat, sama seperti yang dilakukan untuk penyakit ginjal dan hati.

Menurut Van Rhee, simulasi komputer menunjukkan bahwa hanya dengan melibatkan enam hingga dua belas pasien obesitas, sudah bisa memberikan wawasan penting mengenai dosis obat yang tepat.

Hal ini seharusnya bisa dilakukan oleh perusahaan farmasi untuk memastikan dosis yang tepat bagi semua pasien, tanpa memandang berat badan mereka.

Van Rhee dijadwalkan akan mempertahankan tesisnya yang berjudul "Mengungkap Faktor Pendorong Variabilitas Farmakokinetik Antimikroba pada Individu dengan Obesitas dan Pasien Rawat Inap dengan Multimorbiditas" pada 19 Februari 2025 di Universitas Leiden.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment