Sahabat.com - Sebuah studi terbaru mengungkap bahwa individu yang berjalan lebih cepat dibandingkan teman sebayanya memiliki risiko lebih rendah terhadap kondisi metabolik seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular.
Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Universitas Doshisha, Jepang, dan hasilnya telah dipublikasikan di jurnal Scientific Reports.
Dalam studi yang melibatkan hampir 25.000 peserta dengan obesitas, lingkar pinggang tinggi, atau keduanya, para peneliti mengukur “kecepatan berjalan subjektif” melalui satu pertanyaan dalam kuesioner kesehatan: “Apakah kecepatan berjalan Anda lebih cepat dibandingkan orang-orang seusia dan sejenis kelamin Anda?”.
Hasilnya menunjukkan bahwa individu yang mengidentifikasi diri sebagai “pejalan lebih cepat” memiliki risiko diabetes yang lebih rendah sekitar 30 persen, serta pengurangan risiko hipertensi dan dislipidemia (ketidakseimbangan kadar lipid dalam darah) meskipun dalam jumlah yang lebih kecil.
Menurut peneliti, hubungan ini berkaitan dengan tingkat kebugaran kardiorespirasi yang lebih baik pada pejalan cepat. Kebugaran ini dikaitkan dengan rendahnya tingkat peradangan dan stres oksidatif, dua faktor utama yang memicu penyakit metabolik.
Dalam kelompok studi tersebut, sebanyak 8.578 individu mengalami obesitas (diukur berdasarkan indeks massa tubuh), 9.626 memiliki lingkar pinggang tinggi, dan 6.742 memiliki keduanya.
“Studi ini memperjelas bahwa bahkan individu dengan obesitas, yang berisiko lebih tinggi terhadap penyakit metabolik, memiliki kemungkinan lebih rendah terkena hipertensi, diabetes, dan dislipidemia jika mereka melaporkan kecepatan berjalan yang cepat secara subjektif,” ujar Kojiro Ishii, profesor di Fakultas Ilmu Kesehatan dan Olahraga, Universitas Doshisha.
Para penulis penelitian menekankan bahwa “kecepatan berjalan subjektif” yang dilaporkan sendiri oleh individu dapat dengan mudah diintegrasikan dalam pemeriksaan kesehatan standar, berbeda dengan “kecepatan berjalan objektif” yang memerlukan sumber daya, waktu, dan ruang untuk pengukurannya.
Simplicitas metode ini menjadikannya ideal untuk digunakan dalam konteks klinis dan kesehatan masyarakat.
“Kuesioner ini sudah termasuk dalam protokol standar oleh Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan di Jepang,” tambah Ishii.
“Hal ini memungkinkan penilaian yang cepat dan mudah tanpa memerlukan peralatan khusus.”
Ishii menyarankan bahwa mendorong kebiasaan berjalan lebih cepat dapat menjadi langkah yang berguna untuk mencegah penyakit metabolik, terutama pada individu dengan obesitas.
Meskipun studi ini tidak dapat membuktikan hubungan sebab-akibat secara langsung, temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya tentang hubungan kecepatan berjalan dan hasil kesehatan.
Studi ini juga menunjukkan bagaimana pengukuran kecepatan berjalan subjektif dapat membantu mengidentifikasi individu dengan risiko tinggi dan mencegah gangguan metabolik terkait obesitas, terutama jika dimasukkan dalam pemeriksaan kesehatan rutin.
“Pertanyaan sederhana seperti ‘Apakah kecepatan berjalan Anda lebih cepat dibandingkan teman sebaya?’ ternyata dapat memberikan wawasan yang menyelamatkan nyawa,” pungkas para peneliti.
0 Komentar
Liburan Bisa Picu Serangan Jantung? Waspada Holiday Heart Syndrome Saat Natal dan Tahun Baru
Anak Minta Smartphone Sejak Dini? Studi Ini Bongkar Usia Paling Aman dan Dampaknya bagi Kesehatan
Trik Bugar Usia 40+: Rahasia Latihan dari Pelatih Selebriti yang Bikin Tubuh Tetap Kuat & Awet Muda
Kok Bisa? Atlet Justru Punya Risiko Gangguan Irama Jantung Lebih Tinggi, Ini Penjelasannya
Sydney Sweeney Pamer Foto Berani Saat Bersiap ke Premiere ‘The Housemaid’, Netizen Terpukau
Riset Terbaru Ungkap Manfaat Kerja dari Rumah untuk Kesehatan Mental, Wanita Paling Diuntungkan
Riset Baru Ungkap Risiko Tersembunyi Tato: Bisa Ganggu Imunitas hingga Pengaruh Vaksin
Terbukti! Punya Hewan Peliharaan Bikin Lansia Lebih Panjang Umur dan Otak Tetap Tajam
Ramalan Shio Kuda 2026: Karier, Cinta, dan Kondisi Finansial
Leave a comment