Pil KB dan Risiko Depresi Pasca Melahirkan: Studi Terbaru Ungkap Kaitan

14 April 2025 17:12
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal memiliki risiko hampir 1,5 kali lebih besar untuk mengalami depresi atau mendapatkan resep antidepresan dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan metode kontrasepsi hormonal.

Sahabat.com - Sebuah studi terbaru dari Denmark memunculkan kekhawatiran baru terkait penggunaan kontrasepsi hormonal setelah melahirkan. 

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ibu baru yang mulai menggunakan pil KB hormonal dalam waktu satu tahun setelah persalinan berisiko lebih tinggi mengalami depresi pascapersalinan.

Penelitian observasional berskala besar ini dilakukan oleh tim dari Rumah Sakit Universitas Kopenhagen (Rigshospitalet) dan dipimpin oleh ahli neurobiologi, Søren Vinther Larsen. Studi ini melibatkan lebih dari 600.000 perempuan yang baru pertama kali menjadi ibu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal memiliki risiko hampir 1,5 kali lebih besar untuk mengalami depresi atau mendapatkan resep antidepresan dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan metode kontrasepsi hormonal.

Pil KB kombinasi—yang mengandung hormon progesteron dan estrogen—terutama dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi. Ibu yang menggunakan pil ini memiliki kemungkinan 1,7 kali lebih tinggi mengalami depresi dalam satu tahun setelah melahirkan dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakannya. Semakin cepat pil KB dikonsumsi setelah melahirkan, semakin tinggi risikonya.

Meski demikian, penting untuk memahami perbedaan antara risiko relatif dan risiko absolut. Risiko absolut depresi pada pengguna pil hanya 1,54 persen, dibandingkan dengan 1,36 persen pada non-pengguna—selisih yang sangat kecil, yakni 0,18 persen.

Menurut John Reynolds-Wright, peneliti kesehatan reproduksi dari Universitas Edinburgh yang tidak terlibat dalam penelitian ini, "Antidepresan bisa diresepkan untuk banyak hal, tidak hanya untuk depresi. Jadi, mengubah pedoman kontrasepsi pascapersalinan belum cukup didukung oleh bukti."

Meskipun studi ini menimbulkan pertanyaan penting, para ahli menekankan agar temuan ini diinterpretasikan dengan hati-hati. Depresi memang merupakan salah satu efek samping yang paling sering dilaporkan dari penggunaan kontrasepsi hormonal, tetapi berbagai uji klinis belum menemukan kaitan langsung yang kuat.

Namun, beberapa studi observasional terbaru mengindikasikan bahwa pil KB kombinasi memang bisa meningkatkan risiko depresi, terutama di awal pemakaian. Seiring waktu, tubuh tampaknya dapat beradaptasi dengan perubahan hormonal tersebut.

Peneliti juga mencatat bahwa ibu baru dengan riwayat gangguan suasana hati terkait hormon, seperti gangguan disforik pramenstruasi atau depresi pascapersalinan sebelumnya, mungkin memiliki risiko lebih tinggi. Anehnya, penelitian ini justru menemukan bahwa risiko depresi lebih besar pada ibu baru yang tidak memiliki riwayat gangguan kesehatan mental sebelumnya.

Sayangnya, penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor-faktor individu lain seperti apakah ibu tersebut pernah melahirkan sebelumnya atau memiliki riwayat depresi dalam dua tahun sebelum kehamilan. Hal ini dinilai bisa memengaruhi hasil studi secara signifikan.

Sementara itu, faktor usia tampaknya tidak berpengaruh besar terhadap risiko depresi pascakonsumsi kontrasepsi hormonal. Temuan ini berbeda dari studi sebelumnya yang menyebutkan bahwa remaja lebih rentan.

Larsen dan timnya berspekulasi bahwa masa pascapersalinan bisa menjadi "jendela kerentanan" lainnya, ketika otak dan tubuh ibu mengalami perubahan besar-besaran.

“Ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah penggunaan kontrasepsi hormonal secara rutin setelah melahirkan bisa meningkatkan angka kejadian depresi?” ungkap para peneliti. 

Meski pertanyaan itu sudah diangkat, jawabannya masih belum ditemukan secara pasti.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment