Remaja Ungkap Cara Tak Terduga Redakan Luka Batin Tanpa Menyakiti Diri

05 Juni 2025 14:55
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Studi menunjukkan gejala depresi naik 26% dan kecemasan meningkat sekitar 10% pada remaja di bawah usia 19 tahun.

Sahabat.com - Masa remaja itu memang nggak gampang. Banyak perubahan besar yang terjadi, baik secara emosi maupun sosial. Nggak heran kalau banyak anak muda merasa tertekan sampai akhirnya melakukan self-harm, alias melukai diri sendiri tanpa niat bunuh diri. 

Ini bukan cuma sekadar luka fisik, tapi cerminan dari luka emosional yang dalam. Bahkan, diperkirakan satu dari tujuh remaja mengalami gangguan mental, dan sekitar 14% di antaranya pernah melakukan self-harm setidaknya sekali seumur hidup. Biasanya, ini dilakukan untuk meredakan rasa sakit karena stres, depresi, trauma, atau kecemasan.

Bukan cuma bikin perih di kulit, self-harm bisa merusak harga diri, hubungan dengan orang lain, prestasi di sekolah, dan memperbesar risiko bunuh diri. Apalagi setelah pandemi COVID-19, angka gangguan mental di kalangan anak muda makin melonjak. 

Studi menunjukkan gejala depresi naik 26% dan kecemasan meningkat sekitar 10% pada remaja di bawah usia 19 tahun. Di Brasil sendiri, kasus self-harm di kalangan remaja naik 21% antara tahun 2011 hingga 2022.

Tapi dari keresahan ini, muncul secercah harapan. Luiza Cesar Riani Costa, seorang psikolog muda dari Universitas Federal São Carlos (UFSCar), mulai tertarik meneliti soal self-harm di tahun 2018, jauh sebelum pandemi datang. Penelitiannya ingin menggali lebih dalam kenapa remaja melakukan hal itu, dan ternyata banyak dari mereka melakukannya sebagai cara untuk meringankan penderitaan emosional. 

"Waktu itu, self-harm masih terbilang baru dikenal di Brasil, tapi mulai naik daun gara-gara tantangan di media sosial yang nyuruh remaja melukai diri sendiri," kata Diene Monique Carlos, dosen pembimbing proyek ini yang kini mengajar di Universitas São Paulo (USP), kampus Ribeirão Preto.

Penelitian Luiza terus berlanjut hingga jenjang S2, dan hasilnya dirangkum dalam sebuah booklet digital berjudul “Apa yang Meredakan Sakitku: Foto dan Cerita Remaja”. Isi booklet ini unik banget karena bukan cuma narasi, tapi juga foto-foto hasil jepretan para remaja yang pernah mengalami self-harm. Foto-foto itu mereka ambil sendiri sebagai bentuk jawaban dari pertanyaan, “Apa yang meredakan sakitmu?”.

Metodenya disebut Photovoice, yang memungkinkan orang mengekspresikan hal-hal sensitif lewat foto. Selama dua minggu, sembilan remaja perempuan berusia 12-17 tahun ikut serta. Mereka memotret berbagai momen yang menurut mereka bisa membantu menghadapi rasa sakit tanpa melukai diri. Dari total 50 foto yang terkumpul, muncul gambar-gambar yang menyentuh hati: alam, hewan peliharaan, olahraga seperti skateboard dan sepeda, memasak, menggambar, musik, film, hingga momen kehangatan keluarga dan spiritualitas.

Meskipun anak laki-laki juga diundang, tak ada yang tertarik ikut. “Kami jadi bertanya-tanya, kenapa ya laki-laki nggak mencari bantuan? Dari sini lahir proyek lanjutan yang khusus membahas ini,” ujar Diene.
Sayangnya, karena pandemi, diskusi foto harus dilakukan secara individu lewat refleksi. Tapi justru dari proses inilah muncul ide untuk membuat booklet bareng-bareng. 

“Ternyata yang mereka lakukan jauh lebih dalam dari sekadar mencari cara bertahan. Mereka menunjukkan dengan sangat kreatif apa yang membuat mereka tetap kuat,” tulis Luiza dalam surat pembaca yang disertakan dalam sidang tesisnya.

Dari foto-foto yang ada, terlihat tema yang cukup konsisten: alam, hubungan emosional, keluarga, kasih sayang terhadap binatang, seni, dan ekspresi diri. 

“Kami menemukan banyak kesamaan dalam gambar-gambar itu. Rasanya cocok banget kalau dibagikan ke remaja lain. Ini adalah momen paling menyentuh dari penelitian kami,” kata Diene penuh haru.

Booklet ini kini tersedia dalam bahasa Portugis dan Inggris, dan bisa jadi alat terapi yang murah tapi penuh makna. Bahasa yang dipakai juga ramah remaja, jadi gampang banget dipahami. 

“Self-harm masih jadi cara yang banyak digunakan remaja untuk meredakan rasa sakit mereka. Tapi lewat booklet ini, mereka bisa melihat bahwa ada banyak cara lain yang bisa dicoba,” tambah Diene optimis.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment