Sering Buang Air Besar atau Malah Jarang? Ternyata Ini Bisa Bongkar Rahasia Kesehatan Tubuhmu!

09 Juli 2025 13:37
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Sebuah studi yang terbit pada Juli 2024 lalu mengamati kebiasaan buang air besar dari 1.425 orang. Mereka lalu membandingkan data itu dengan informasi genetik, gaya hidup, dan kondisi kesehatannya.

Sahabat.com - Kedengarannya mungkin agak nyeleneh atau bahkan terlalu pribadi, tapi pernah nggak sih kamu bertanya ke diri sendiri, “Aku ini buang air besar terlalu sering atau malah terlalu jarang ya?”

Ternyata, jawaban atas pertanyaan itu bisa kasih petunjuk penting soal kondisi kesehatan tubuhmu secara keseluruhan, lho.

Sebuah studi yang terbit pada Juli 2024 lalu mengamati kebiasaan buang air besar dari 1.425 orang. Mereka lalu membandingkan data itu dengan informasi genetik, gaya hidup, dan kondisi kesehatannya. Hasilnya?

Orang-orang yang sehat ternyata punya frekuensi buang air besar yang pas-pasan, yaitu satu atau dua kali sehari. Para peneliti bahkan menyebutnya sebagai "zona Goldilocks" – nggak terlalu sering, tapi juga nggak terlalu jarang.

“Studi ini menunjukkan bahwa frekuensi buang air besar bisa memengaruhi seluruh sistem tubuh. Frekuensi yang nggak normal bisa jadi faktor risiko penting dalam perkembangan penyakit kronis,” ujar Sean Gibbons, ahli mikrobiologi dari University of Washington sekaligus penulis utama penelitian ini.

Peneliti dari Institute for Systems Biology (ISB) menggali lebih dalam soal rutinitas ke toilet dari orang-orang yang dianggap umumnya sehat—alias nggak punya riwayat penyakit ginjal atau gangguan pencernaan kayak IBS atau Crohn’s.

Para partisipan diminta memberikan sampel darah dan feses, plus mengisi kuesioner soal pola makan, gaya hidup, dan kesehatan secara keseluruhan.

Dari sana, mereka dibagi jadi empat kelompok: yang buang air besar hanya sekali atau dua kali seminggu (disebut sembelit), lalu kelompok low-normal (3–6 kali seminggu), high-normal (1–3 kali sehari), dan yang terlalu sering atau diare (lebih dari 4 kali sehari dan encer).

Peneliti juga menganalisis mikroba di feses, komposisi darah, sampai genetiknya. Menariknya, wanita dan orang yang lebih muda cenderung punya frekuensi BAB lebih sedikit, dan ini juga berhubungan dengan BMI yang lebih rendah.

Tapi setelah dihitung faktor-faktor lain, mereka yang sembelit atau diare tetap menunjukkan tanda-tanda adanya masalah kesehatan yang lebih dalam.

Contohnya, peserta yang sering diare punya lebih banyak bakteri yang biasanya cuma muncul di saluran pencernaan atas. Di sisi lain, darah mereka juga menunjukkan biomarker yang biasa ditemukan pada kerusakan hati.

Sedangkan mereka yang jarang BAB justru punya mikroba pemecah protein dalam jumlah tinggi di fesesnya. Ini bahaya banget karena kalau feses terlalu lama tertahan di usus, bakteri akan mulai memfermentasi protein dan menghasilkan racun.

“Kalau kotoran terlalu lama di usus, serat udah habis dimakan mikroba. Lalu mereka beralih fermentasi protein, dan ini memproduksi racun yang bisa masuk ke aliran darah,” jelas Johannes Johnson-Martinez, bioengineer dari ISB.

Dan benar aja, dalam darah para peserta yang jarang BAB, peneliti menemukan senyawa bernama indoxyl-sulfate, hasil fermentasi protein yang diketahui bisa merusak ginjal.
Ini bisa jadi bukti kalau frekuensi buang air besar memang berkaitan langsung dengan kondisi kesehatan tubuh.

Kabar baiknya, hal ini bisa diubah kok. Para peserta yang masuk “zona Goldilocks” ternyata punya pola hidup yang lebih sehat—mereka makan lebih banyak serat, minum air putih lebih sering, dan rutin olahraga. Nggak heran kalau mikroba di usus mereka juga didominasi bakteri baik pemakan serat.

Tentu saja, kita semua pasti pernah mengalami momen di mana frekuensi BAB jadi nggak karuan—entah gara-gara sakit perut, makan terlalu banyak keju, atau makanan pedas berlebihan. Tapi penelitian ini lebih fokus pada rutinitas harian kita, dan bagaimana “normal”-nya tubuh masing-masing bisa memberi sinyal tersembunyi soal kesehatan kita sendiri.

Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Cell Reports Medicine. Jadi mulai sekarang, yuk lebih peka sama tubuh sendiri—bahkan dari hal sekecil kebiasaan ke toilet!

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment