Sahabat.com - Pernah merasa cemas berlebihan setelah iseng mengetik gejala tubuh di Google? Awalnya hanya ingin memastikan kondisi diri, tapi berakhir dengan pikiran buruk soal penyakit serius. Fenomena ini ternyata umum terjadi dan dikenal sebagai health anxiety, kondisi ketika seseorang yang sebenarnya sehat terus-menerus khawatir sedang sakit meski tanpa gejala jelas. Di era digital, kebiasaan ini makin diperparah oleh akses informasi kesehatan yang nyaris tak terbatas.
Menurut Harvard Health, sekitar 4 hingga 5 persen populasi mengalami health anxiety, meski para ahli percaya angkanya bisa jauh lebih besar. Bahkan, penelitian dalam *Journal of Anxiety Disorders* menunjukkan kecemasan kesehatan meningkat tajam dalam 30 tahun terakhir, terutama di kalangan mahasiswa. Pandemi COVID-19 dan budaya “Dr. Google” ikut menyuburkan kondisi yang disebut cyberchondria, yaitu kecenderungan mendiagnosis diri sendiri lewat internet dan membayangkan skenario terburuk.
Psikolog klinis E. Katia Moritz menjelaskan bahwa kebiasaan menelusuri penyakit secara berlebihan justru tidak membuat seseorang lebih sehat. “Kecemasan tidak membuat Anda lebih terlindungi atau lebih sehat. Jika tingkat kecemasan kesehatan Anda nol saat ini, kondisi tubuh Anda akan tetap sama,” ujarnya. Hal serupa disampaikan Patrick McGrath, psikolog dan chief clinical officer NOCD, yang menilai kecemasan memang wajar, tetapi menjadi masalah saat menguasai pikiran dan menurunkan kualitas hidup.
Health anxiety bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari rasa takut memiliki penyakit tertentu, kebiasaan mengecek tubuh berulang kali, hingga terus mencari validasi dari orang lain. Olivia Verhulst, psikoterapis berbasis di New York, menyebut internet sering memperparah situasi karena bias negatif. “Kecemasan mengisi ketidakpastian dengan hal paling katastrofik yang bisa ditemukan,” katanya.
Para ahli menyarankan untuk mulai membatasi waktu mencari informasi kesehatan online dan belajar menerima ketidakpastian. Terapi perilaku kognitif, khususnya metode exposure response prevention, disebut sebagai pendekatan efektif. “Anda belajar membiarkan pikiran muncul tanpa bereaksi, hingga lama-lama pikiran itu kehilangan kekuatannya,” jelas Moritz.
Di tengah gaya hidup serba cepat dan digital, menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga fisik. Kadang, berhenti sejenak dari Google dan mendengarkan tubuh dengan lebih tenang justru jadi langkah paling sehat.
0 Komentar
Obat Diet Bentuk Pil Akhirnya Resmi Hadir, Wegovy Bisa Jadi Game Changer Turun Berat Badan
Sering Googling Gejala Penyakit? Hati-Hati, Bisa Picu Cemas Berlebihan Tanpa Disadari
Tanaman Pantai Brasil Ini Disebut Mampu Redakan Radang Sendi, Hasil Risetnya Bikin Penasaran
Suplemen Serat Ini Ternyata Baik untuk Otak dan Berat Badan
Leave a comment