Sahabat.com - Sahabat, sebuah studi baru yang bikin dunia sains heboh menunjukkan bahwa nyamuk yang telah diedit secara genetik mampu mengurangi penularan malaria hingga 93 persen.
Kabar ini datang dari tim ilmuwan yang menggunakan teknik CRISPR untuk memodifikasi nyamuk Anopheles stephensi agar mereka tak lagi jadi pembawa efektif parasit malaria. Dan yang bikin metode ini semakin luar biasa?
Nyamuk-nyamuk ini tetap bisa hidup dan berkembang biak secara normal tanpa gangguan apa pun pada kesehatannya.
Bayangkan, hanya dengan mengganti satu asam amino pada gen FREP1, para peneliti berhasil menciptakan "perisai alami" yang membuat nyamuk tersebut kebal terhadap parasit malaria.
Dalam uji coba laboratorium, nyamuk dengan versi gen yang sudah dimodifikasi ini menunjukkan penurunan drastis pada tingkat infeksi. Bahkan, pada tingkat parasit rendah, jumlah sporozoit—bagian dari parasit yang menyebabkan infeksi pada manusia—berkurang hampir lima kali lipat.
Tidak hanya terhadap parasit malaria manusia (Plasmodium falciparum), versi gen pelindung ini juga terbukti efektif melawan Plasmodium berghei, parasit malaria pada tikus.
Yang lebih mengagumkan lagi, modifikasi ini menyebar dengan sendirinya melalui generasi nyamuk. Dengan menggabungkan gen pelindung ini ke dalam sistem pewarisan genetik yang disebut "linked allelic drive", para ilmuwan berhasil membuat varian pelindung menyebar ke lebih dari 90 persen populasi nyamuk hanya dalam 10 generasi. Ini artinya, teknologi ini punya potensi besar untuk menyebar luas tanpa perlu penyemprotan atau intervensi berkepanjangan.
“Ini adalah pendekatan realistis yang bisa melengkapi alat pengendalian malaria yang sudah ada, seperti kelambu dan obat antimalaria, yang sekarang mulai terganggu efektivitasnya karena resistansi,” kata Dr. Ethan Bier, salah satu peneliti utama dalam studi ini.
Ia menekankan bahwa modifikasi ini tidak membuat nyamuk menjadi lemah atau tidak mampu bertahan hidup, yang berarti metode ini bisa diterapkan tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem.
Lebih lanjut, penelitian ini juga membuka kemungkinan baru: genetik dapat digunakan bukan hanya untuk melawan malaria, tapi juga untuk membalikkan resistansi terhadap insektisida atau memperkenalkan varian gen pelindung lain.
Meski hasilnya sangat menjanjikan, para peneliti tetap mengingatkan pentingnya uji keamanan, pengawasan ekologi, dan kerangka etika sebelum teknologi ini bisa diterapkan di dunia nyata.
Terobosan ini menjadi harapan baru dalam perang panjang melawan malaria, penyakit yang masih menewaskan sekitar 600 ribu orang setiap tahunnya, terutama anak-anak di Afrika Sub-Sahara dan Asia Selatan.
Kalau teknologi ini berhasil diterapkan secara luas, bukan tidak mungkin malaria bisa ditekan hingga nyaris nol tanpa harus membunuh nyamuk, cukup dengan membuat mereka "tidak lagi menular".
0 Komentar
Obat Diabetes Tipe 2 Ini Ternyata Bisa Tingkatkan Risiko Gagal Jantung, Ini Kata Dokter
Harapan Baru! Vaksin Terapi Hepatitis B Mulai Diuji pada Manusia
Leave a comment