Sahabat.com - Peneliti dari Eli dan Edythe Broad Center of Regenerative Medicine and Stem Cell Research di UCLA mengembangkan terapi eksperimental yang berpotensi meningkatkan perbaikan jantung setelah serangan jantung dan mencegah gagal jantung.
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian global, menyumbang sepertiga dari kematian tahunan. Setelah serangan jantung, kemampuan jantung untuk meregenerasi terbatas, menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang mengganggu kemampuan jantung untuk memompa darah. Akibatnya, banyak pasien mengalami gagal jantung, dengan 50% di antaranya tidak bertahan lebih dari lima tahun.
Inovasi Terapi Menargetkan Protein ENPP1
Terapi baru ini berfokus pada protein ENPP1, yang diketahui meningkatkan peradangan dan pembentukan jaringan parut setelah serangan jantung. Temuan yang dipublikasikan dalam Cell Reports Medicine ini diharapkan menjadi langkah maju dalam pengobatan pasca-serangan jantung.
“Selama beberapa dekade terakhir, pilihan terapi untuk serangan jantung tidak berkembang,” kata Dr. Arjun Deb, pemimpin penelitian dan profesor di UCLA. “Saat ini, tidak ada obat yang dirancang untuk membantu jantung pulih setelah serangan.”
Tim Deb menggunakan antibodi monoklonal yang dirancang khusus untuk menghambat aktivitas ENPP1. Penelitian menunjukkan bahwa satu dosis antibodi dapat meningkatkan perbaikan jantung pada tikus, mencegah kerusakan jaringan yang luas dan meningkatkan fungsi jantung. Dalam penelitian tersebut, hanya 5% tikus yang menerima antibodi mengalami gagal jantung parah, dibandingkan dengan 52% pada kelompok kontrol.
Potensi Terobosan dalam Perbaikan Jantung
Pendekatan ini dapat menjadi terapi pertama yang secara langsung meningkatkan perbaikan jaringan jantung setelah serangan jantung. Antibodi ini menargetkan komunikasi antar sel, mendukung berbagai jenis sel jantung, termasuk sel otot dan sel endotel yang membentuk pembuluh darah.
Meskipun hasil awal menjanjikan, Deb mengingatkan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami efek jangka panjang dari penghambatan ENPP1, termasuk risiko terhadap kesehatan tulang.
Rencana Uji Klinis
Tim peneliti kini bersiap untuk memasuki fase uji klinis. Mereka berencana mengajukan aplikasi Investigational New Drug (IND) kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pada musim dingin ini, dengan harapan memulai studi pada manusia di awal 2025.
Deb juga mengungkapkan rencana untuk mengeksplorasi potensi terapi ini dalam perbaikan organ vital lainnya, mengingat mekanisme perbaikan jaringan yang umum di berbagai organ.
“Ini bisa menjadi kelas baru obat yang meningkatkan perbaikan jaringan,” tutup Deb.
Terapi yang dikembangkan dalam studi ini masih dalam tahap praklinis dan belum diuji pada manusia atau disetujui oleh FDA sebagai aman dan efektif.
0 Komentar
Penyakit Mata Diabetik: Gejala dan Pengobatan
Penelitian Baru Menunjukkan Gangguan Tidur Dapat Meningkatkan Risiko Autisme pada Anak
Apakah Anak Perlu Diperiksa Kadar Kolesterol?
Mengenal Faktor Risiko Kanker Pankreas
Pedoman Baru Pencegahan Stroke Soroti Perubahan Gaya Hidup
Strategi Baru yang Menjanjikan dalam Pengembangan Obat Malaria
Kenali Gejala Dini Penyakit Stroke
Leave a comment