Sahabat.com - Pernahkah kamu bertanya-tanya kenapa laki-laki cenderung lebih cepat meninggal daripada perempuan? Ternyata, jawabannya tak sesederhana perbedaan fisik atau gaya hidup.
Sebuah studi terbaru yang diterbitkan di PLOS Medicine mengungkap bahwa ada celah besar dalam sistem kesehatan global yang menyebabkan laki-laki lebih rentan terhadap berbagai penyakit—dan ironisnya, lebih jarang mendapatkan pengobatan yang seharusnya.
Penelitian ini menganalisis data dari lebih dari 200 negara dan mengulas tiga penyakit besar yang jadi momok dunia: hipertensi, diabetes, dan HIV/AIDS.
Dalam banyak kasus, laki-laki menghadapi tingkat risiko dan kematian yang lebih tinggi, tetapi malah memiliki akses lebih rendah terhadap diagnosis dan pengobatan.
Seorang peneliti dari tim tersebut menyatakan, “Kami menemukan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam beban penyakit dan perawatan sangat nyata dan bervariasi tergantung negara dan kelompok usia.”
Sahabat, coba bayangkan—di 176 negara, pria jauh lebih banyak merokok dibanding perempuan, kecuali di Bhutan. Tapi ketika bicara soal obesitas, perempuan ternyata lebih tinggi angkanya di 130 negara.
Sementara itu, risiko terkena diabetes dan tekanan darah tinggi ternyata hampir seimbang, namun tingkat kematian akibat penyakit ini jauh lebih tinggi di kalangan pria. Di 107 negara, pria lebih banyak meninggal akibat hipertensi, sedangkan perempuan lebih unggul dalam mengontrol tekanan darah mereka, terutama di usia 30-39 tahun di negara seperti Uzbekistan dan Peru.
Kondisi ini juga terjadi pada HIV/AIDS. Data menunjukkan bahwa pria lebih banyak terpapar risiko dari penggunaan narkoba, sementara perempuan lebih sering terkena dampaknya karena seks tidak aman dan kekerasan pasangan.
Namun menariknya, perempuan menunjukkan hasil yang lebih baik dalam hal diagnosis, pengobatan, dan pengendalian HIV di banyak negara. Meski begitu, di Lebanon, laki-laki justru menunjukkan angka pengobatan dan kontrol yang lebih baik.
Sayangnya sahabat, banyak survei kesehatan global masih melihat jenis kelamin hanya dari sisi biologis (laki-laki/perempuan) tanpa menyentuh faktor sosial seperti gender identity atau norma budaya.
Ini membuat banyak kelompok rentan—seperti non-biner atau komunitas marjinal—tidak terlihat dalam data, padahal mereka juga sangat butuh perhatian.
Para peneliti mendesak agar data kesehatan masa depan mencakup lebih banyak dimensi, termasuk usia, lokasi, pendapatan, etnis, dan disabilitas. Tanpa data yang inklusif dan terperinci, kita akan terus tertinggal dalam menciptakan kebijakan kesehatan yang adil dan responsif terhadap perbedaan gender.
Sahabat, fakta ini bukan untuk menakuti, tapi jadi pengingat penting bahwa kesehatan bukan hanya soal tubuh, tapi juga sistem sosial dan kebijakan. Yuk, kita lebih sadar akan pentingnya akses kesehatan yang setara bagi semua—baik pria, wanita, maupun mereka yang ada di antaranya.
0 Komentar
Terungkap! Satu Jalur Otak Ini Bisa Jadi Biang Keladi Insomnia, Cemas, dan Depresi Sekaligus!
Stop Sekarang Juga! Kebiasaan Sepele di Usia 30-an Ini Diam-Diam Merusak Tubuh dan Pikiranmu
Terungkap! ADHD Bisa Picu Gangguan Cemas Serius pada Anak Perempuan, Waspadai Gejalanya Sejak Dini!
Hati-Hati, Mobil SUV Bisa Jadi Pembunuh Diam-Diam di Jalanan!
Leave a comment