Sahabat.com - Olahraga selalu dianggap sebagai cara sehat untuk menjaga tubuh dan pikiran tetap bugar, tapi faktanya banyak remaja justru berhenti berolahraga ketika memasuki masa remaja.
Penelitian terbaru dari University of Agder, Norwegia, mengungkap bahwa faktor sosial dan ekonomi menjadi penghalang besar. Bahkan, sebanyak 80% anak dari keluarga dengan kondisi ekonomi rendah memilih berhenti olahraga saat remaja.
Dari kalangan ekonomi menengah, tiga perempat remaja berhenti, sementara dari kalangan ekonomi tinggi, dua pertiga juga memilih mundur dari dunia olahraga.
Penelitian ini berdasarkan survei besar bernama Ungdata yang melibatkan pelajar di seluruh Norwegia. Mereka diminta menjawab pertanyaan soal kesejahteraan hingga aktivitas di waktu luang.
Hasilnya, anak-anak yang aktif dalam olahraga lebih bahagia di sekolah, merasa lebih dekat dengan guru, tidak cepat lelah di kelas, dan tingkat stres mereka juga lebih rendah.
“Kami melihat bahwa mereka yang ikut olahraga merasa lebih puas dengan hidupnya. Terutama pada anak perempuan, manfaatnya sangat besar,” kata peneliti Erik Grasaas.
Ia menambahkan bahwa remaja perempuan yang ikut olahraga, apapun cabangnya, jauh lebih bahagia dibandingkan yang sama sekali tidak ikut kegiatan apapun.
Menariknya, penelitian juga menemukan pola unik pada remaja laki-laki. Mereka yang terjun ke cabang olahraga yang biasanya lebih banyak diikuti perempuan, seperti menunggang kuda, cheerleading, atau tari, justru melaporkan kualitas hidup lebih rendah dibanding rata-rata.
Sebaliknya, cabang olahraga seperti ski lintas alam dan tenis dianggap bergengsi dan membawa banyak manfaat, mulai dari kesehatan fisik hingga kepuasan sekolah.
Namun, tak semua olahraga dianggap sama. Motorsport memang dipandang rendah dalam status sosial, tetapi remaja laki-laki yang menjalaninya justru merasa paling puas dengan hidup mereka.
Masalah terbesar adalah soal biaya. Untuk bisa ikut ski lintas alam, misalnya, keluarga harus mengeluarkan sekitar 11.700 NOK per tahun (setara lebih dari Rp16 juta). Angka ini membuat banyak keluarga kesulitan membiayai anaknya untuk tetap aktif berolahraga.
“Ketika kita tahu manfaat olahraga begitu besar, baik untuk fisik, mental, maupun sosial, kita harus bisa membuat olahraga lebih terjangkau bagi semua kalangan,” tegas Grasaas.
Sayangnya, data menunjukkan hanya 2 dari 10 remaja yang memenuhi rekomendasi aktivitas fisik dari otoritas kesehatan. Bahkan, 9 dari 10 anak perempuan tidak cukup aktif bergerak. Karena itu, para ahli menekankan pentingnya anak menemukan aktivitas yang mereka sukai.
“Tak peduli cabang apa yang dipilih, yang penting mereka tetap bergerak dan jantung tetap terpacu,” ujar Grasaas.
Fenomena ini memberi pesan penting bahwa olahraga seharusnya bukan hanya milik mereka yang mampu, tapi menjadi hak semua anak untuk hidup lebih sehat dan bahagia.
0 Komentar
Teknologi Canggih Ini Diklaim Bisa Deteksi Kanker Usus Besar Lebih Cepat Tanpa Operasi!
Hati-Hati! Studi Besar Bongkar Fakta Mengejutkan soal Terapi Alternatif untuk Autisme
Kabar Baik, Risiko Kanker Kedua Setelah Kanker Payudara Stadium Awal Ternyata Rendah
Ternyata Gula Bisa Jadi Senjata Baru untuk Lawan Kanker
Mengejutkan! Alkohol Bisa Buka Jalan Bakteri Jahat Serang Hati
Leave a comment