Sahabat.com - Penggunaan lima atau lebih obat setiap hari, yang dikenal sebagai polifarmasi, menjadi perhatian serius dalam layanan kesehatan, terutama bagi lebih dari 30% lansia. Kondisi ini dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan, termasuk risiko jatuh, interaksi obat, rawat inap, bahkan kematian.
Lansia yang memiliki beberapa penyakit kronis berisiko lebih tinggi mengalami polifarmasi. Meskipun lansia dengan Alzheimer dan demensia terkait lebih cenderung mengonsumsi lebih dari lima obat, penelitian mengenai dampak dari banyaknya obat ini terhadap gejala, hasil kesehatan, dan fungsi fisik pada lansia dengan Alzheimer masih terbatas.
Tim peneliti dari College of Nursing and Health Professions, Universitas Drexel, baru-baru ini menerbitkan studi dalam Biological Research For Nursing yang mengeksplorasi gejala, hasil kesehatan, dan fungsi fisik dari lansia, baik yang memiliki Alzheimer dan demensia terkait maupun yang tidak, dalam konteks polifarmasi.
Dipimpin oleh Martha Coates, Ph.D., peneliti pascadoktoral di universitas tersebut, tim menemukan bahwa individu yang mengalami polifarmasi dan memiliki Alzheimer atau demensia terkait menunjukkan lebih banyak gejala, risiko jatuh, rawat inap, dan kematian, serta fungsi fisik yang lebih rendah. Temuan ini menunjukkan bahwa polifarmasi dapat berdampak negatif pada kualitas hidup lansia dengan Alzheimer dan demensia terkait.
"Ambang lima atau lebih obat per hari telah dikaitkan dengan hasil kesehatan yang buruk dalam penelitian sebelumnya, dan seiring bertambahnya jumlah obat, risiko kejadian buruk akibat obat meningkat," ungkap Coates.
Tim peneliti menggunakan dataset publik dari National Health and Aging Trends Study—sebuah sampel representatif nasional dari penerima Medicare di Amerika Serikat yang dikelola oleh Universitas Johns Hopkins. Data dikumpulkan setiap tahun sejak 2011 untuk meneliti berbagai aspek sosial, fisik, teknologi, dan fungsional yang penting bagi lansia.
Dalam penelitian ini, data yang digunakan berasal dari tahun 2016 hingga 2019 untuk membandingkan perubahan gejala, hasil kesehatan, dan fungsi fisik di antara empat kelompok: 1) lansia dengan Alzheimer dan demensia terkait serta polifarmasi; 2) lansia dengan Alzheimer dan demensia terkait tanpa polifarmasi; 3) lansia dengan polifarmasi tanpa Alzheimer dan demensia; dan 4) lansia tanpa Alzheimer, demensia, atau polifarmasi.
Coates menjelaskan bahwa peneliti menggunakan bobot analitik untuk menganalisis data, yang menghasilkan estimasi nasional. Dengan demikian, sampel yang terdiri dari 2.052 individu ini dapat mewakili 12 juta penerima Medicare di AS, sehingga hasil penelitian ini lebih dapat digeneralisasi.
"Kami menemukan bahwa lansia dengan Alzheimer dan demensia terkait serta polifarmasi mengalami lebih banyak gejala yang tidak menyenangkan, peningkatan risiko jatuh, rawat inap, dan kematian dibandingkan mereka yang tidak mengalami kedua kondisi tersebut. Mereka juga mengalami penurunan fungsi yang lebih besar, memerlukan lebih banyak bantuan dalam kegiatan sehari-hari seperti makan, mandi, dan berpakaian, serta lebih mungkin membutuhkan alat bantu seperti tongkat atau walker," kata Coates.
Coates menambahkan bahwa terdapat alat yang dapat membantu penyedia layanan kesehatan dalam meninjau dan mengelola rejimen obat untuk lansia yang mengalami polifarmasi, tetapi saat ini belum ada alat khusus untuk lansia dengan Alzheimer dan demensia terkait.
Temuan dari penelitian ini mengungkapkan dampak negatif polifarmasi terhadap lansia dengan Alzheimer dan demensia terkait. Namun, Coates menekankan perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan strategi dalam mengurangi polifarmasi pada kelompok ini.
"Populasi lansia di AS terus meningkat, dengan perkiraan mencapai 80 juta individu berusia di atas 65 tahun pada tahun 2040. Ini berarti jumlah lansia yang didiagnosis dengan Alzheimer dan demensia terkait juga akan meningkat, sementara saat ini belum ada pengobatan yang menyembuhkan. Menghindari hasil buruk akibat polifarmasi dapat meningkatkan kualitas hidup dan mencegah kecacatan yang berlebihan pada lansia dengan Alzheimer dan demensia terkait," pungkas Coates.
Tim peneliti berharap studi ini akan membantu memandu analisis di masa depan mengenai dampak obat tertentu terhadap hasil kesehatan individu dengan Alzheimer dan demensia terkait, serta menjadi dasar untuk pengembangan intervensi dalam optimalisasi penggunaan obat pada lansia dengan kondisi tersebut.
0 Komentar
3 Cara Meningkatkan Umur Panjang di Tahun 2025
Polusi Meningkatkan Risiko Katarak, Ini Penjelasan Dokter Mata
Kista Ovarium Pecah: Gejala, Penyebab, dan Penanganannya
Mengapa Mencuci Wajah dengan Air Panas Bisa Mempercepat Penuaan
Bagaimana Virus Ebola Menyebar Melalui Kulit Manusia
Penelitian: Gelombang Panas Dapat Membahayakan Kesehatan Otak
Leave a comment