Efek Mengejutkan COVID-19 pada Kanker: Penemuan Baru dalam Perang Melawan Sel Kanker

25 November 2024 15:49
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Meskipun masih diperlukan banyak penelitian sebelum temuan ini dapat diterapkan pada pengobatan, Bharat menyatakan bahwa pendekatan ini bisa berpotensi digunakan untuk mendorong regresi kanker pada pasien, khususnya yang menderita kanker stadium lanjut.

Sahabat.com - Pandemi COVID-19 membawa dampak tak terduga dalam dunia medis, dengan beberapa dokter melaporkan bahwa pasien kanker yang terinfeksi virus ini justru mengalami penurunan ukuran tumor atau bahkan pertumbuhannya melambat. Fenomena ini memicu penasaran di kalangan ilmuwan, apakah sistem kekebalan tubuh yang terpicu oleh COVID-19 bisa juga menyerang sel kanker?

Dr. Ankit Bharat, Kepala Bedah Toraks di Northwestern University, mengungkapkan bahwa fenomena ini awalnya tidak jelas apakah benar-benar terjadi, karena pasien-pasien tersebut sangat sakit. 

"Apakah ini karena sistem kekebalan tubuh sangat terpicu oleh COVID-19 sehingga juga mulai membunuh sel kanker? Apa yang sebenarnya terjadi?" katanya.

Bharat dan timnya kemudian melakukan penelitian untuk mengetahui apakah dampak “positif” COVID-19 bagi pasien kanker ini dapat memberikan wawasan baru dalam melawan kanker atau apakah hanya kebetulan semata. Penelitian ini dipublikasikan pada 15 November di Journal of Clinical Investigation.

Dalam penelitian ini, Bharat dan timnya menggunakan kombinasi sel manusia dan model hewan untuk menyelidiki bagaimana SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, mempengaruhi sel-sel kekebalan yang disebut monosit. Biasanya, monosit berfungsi untuk mendeteksi sel asing atau patogen dalam tubuh dan mengirimkan sinyal kepada sel kekebalan lainnya untuk menyerang. Namun, dalam beberapa kasus kanker, sel kanker bisa “memanipulasi” monosit untuk melindungi tumor, seperti yang dijelaskan Bharat, "seperti iblis yang memanggil kekuatan."

Namun, saat terjadi infeksi COVID-19, SARS-CoV-2 menempel pada monosit, mengubah mereka kembali ke fungsi asalnya: menyerang kanker. 

"Monosit terlihat sama dan masih menuju situs tumor, tetapi alih-alih melindungi sel kanker, mereka mulai membawa sel pembunuh alami, sel utama tubuh yang membunuh kanker—ke lokasi tumor," ujar Bharat. 
"Sebelumnya, kanker 'mencuci otak' monosit untuk melindungi tumor, tetapi kini virus justru membantu mereka untuk menyerang kanker."

Temuan ini membuka potensi baru dalam pengobatan kanker. Bharat dan timnya menemukan senyawa yang mirip dengan virus COVID-19, yang dapat memicu monosit untuk bertransformasi menjadi sel penyerang kanker. Senyawa ini, yang disebut muramyl dipeptide (MDP), terbukti mengurangi ukuran tumor sebesar 60-70% pada tikus dengan kanker manusia, termasuk kanker payudara, kolorektal, paru-paru, dan melanoma.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi apakah efek ini juga terjadi pada manusia. Meskipun demikian, ada petunjuk yang menjanjikan. Monosit yang telah tertransformasi menjadi sel pembunuh kanker ini, yang disebut monosit non-klasik induktif, sangat jarang dibandingkan dengan jenis monosit lainnya, namun cenderung berkembang biak saat terjadi peradangan, seperti yang terjadi pada infeksi COVID-19. 

Para ahli transplantasi sebelumnya telah menemukan jenis monosit ini pada pasien yang menjalani transplantasi paru-paru dan limpa. Bharat juga sedang meneliti mengapa proses transplantasi dan infeksi COVID-19—keduanya memicu sistem kekebalan tubuh—dapat memicu perubahan spesifik pada monosit.

Menariknya, perubahan ini tidak terjadi pada semua virus berbasis RNA. Bharat telah menguji virus influenza dan parainfluenza, yang juga virus RNA, namun tidak menemukan populasi monosit pembunuh kanker yang sama.

Selain itu, Bharat menambahkan bahwa temuan ini terlepas dari pengobatan imunoterapi berbasis sel T yang saat ini sedang dikembangkan dalam pengobatan kanker, yang bertujuan untuk meningkatkan populasi sel T yang dapat mengenali dan menyerang sel kanker. Meskipun terapi ini efektif, kanker sering kali mengembangkan cara untuk menghindari serangan sel T. 

Sementara itu, perubahan pada monosit yang dipicu oleh virus ini tidak bergantung pada sel T. Dalam percobaan pada tikus yang secara genetik tidak memiliki sel T, Bharat tetap melihat efek yang kuat pada tumor.

Meskipun masih diperlukan banyak penelitian sebelum temuan ini dapat diterapkan pada pengobatan, Bharat menyatakan bahwa pendekatan ini bisa berpotensi digunakan untuk mendorong regresi kanker pada pasien, khususnya yang menderita kanker stadium lanjut.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment