Sahabat.com - Seorang ilmuwan yang berhasil mengobati kanker payudaranya sendiri dengan menyuntikkan tumor menggunakan virus yang dibudidayakan di laboratorium, telah memicu perbincangan mengenai etika eksperimen diri.
Pada tahun 2020, Beata Halassy, seorang virolog di Universitas Zagreb, didiagnosis mengidap kanker payudara pada lokasi yang sebelumnya pernah menjalani mastektomi. Ini adalah kekambuhan kedua di tempat yang sama setelah payudara kirinya diangkat, dan ia tidak sanggup menjalani kemoterapi lagi.
Halassy, yang memiliki keahlian dalam virologi, mempelajari literatur medis dan memutuskan untuk mengambil tindakan dengan menguji pengobatan yang belum terbukti secara klinis.
Sebuah laporan kasus yang diterbitkan dalam jurnal Vaccines pada bulan Agustus 2023 mengungkapkan bagaimana Halassy melakukan terapi oncolytic virotherapy (OVT) untuk mengobati kanker stadium 3 yang ia derita. Kini, setelah empat tahun, ia dinyatakan bebas kanker.
OVT adalah bidang pengobatan kanker yang menggunakan virus untuk menyerang sel kanker sekaligus merangsang sistem imun untuk melawannya. Sebagian besar uji klinis OVT hingga saat ini dilakukan pada kanker metastatik stadium lanjut, namun dalam beberapa tahun terakhir, terapi ini juga mulai diarahkan untuk pengobatan kanker stadium awal. Salah satu jenis OVT, T-VEC, telah disetujui di Amerika Serikat untuk mengobati melanoma metastatik, namun hingga kini belum ada agen OVT yang disetujui untuk pengobatan kanker payudara pada stadium apapun di seluruh dunia.
Halassy menekankan bahwa ia bukanlah seorang spesialis OVT, namun pengalamannya dalam membudidayakan dan memurnikan virus di laboratorium memberinya kepercayaan diri untuk mencoba terapi tersebut. Ia memilih untuk menargetkan tumornya dengan dua virus berbeda secara berturut-turut — virus campak yang kemudian diikuti oleh virus stomatitis vesikular (VSV). Kedua virus tersebut dikenal dapat menginfeksi jenis sel yang menjadi asal tumor Halassy, dan telah digunakan dalam uji klinis OVT. Virus campak bahkan telah diuji pada kanker payudara metastatik.
Halassy memiliki pengalaman sebelumnya bekerja dengan kedua virus tersebut, dan keduanya memiliki rekam jejak keamanan yang baik. Strain virus campak yang ia pilih banyak digunakan dalam vaksinasi anak-anak, sementara strain VSV hanya menyebabkan gejala ringan mirip flu pada sebagian besar orang.
Selama dua bulan, seorang kolega membantu Halassy menjalani pengobatan dengan bahan-bahan berkualitas penelitian yang disiapkan langsung oleh dirinya, yang disuntikkan langsung ke dalam tumornya. Para onkologinya sepakat untuk memantau kondisi Halassy selama perawatan, untuk memastikan ia dapat beralih ke kemoterapi konvensional jika terjadi komplikasi.
Perawatan tersebut tampaknya berhasil: selama perawatan, tumor menyusut secara signifikan dan menjadi lebih lembut tanpa menimbulkan efek samping yang serius. Tumor juga terlepas dari otot dada dan kulit yang telah diserangnya, sehingga memudahkan untuk diangkat secara bedah.
Halassy merasa bertanggung jawab untuk mempublikasikan temuan ini. Namun, ia menghadapi lebih dari selusin penolakan dari jurnal, yang sebagian besar disebabkan oleh fakta bahwa penelitian ini melibatkan eksperimen diri. "Masalah utama yang selalu muncul adalah isu etika," kata Halassy. Ia sangat bertekad untuk terus mencoba setelah menemukan sebuah tinjauan yang menekankan pentingnya eksperimen diri dalam penelitian ilmiah.
Jacob Sherkow, seorang peneliti hukum dan kedokteran di Universitas Illinois Urbana-Champaign yang telah mempelajari etika eksperimen diri dalam konteks vaksin COVID-19, mengatakan bahwa meskipun tidak mengejutkan bahwa banyak jurnal khawatir, masalah utamanya bukanlah penggunaan eksperimen diri itu sendiri, tetapi potensi penerbitan hasil ini yang bisa mendorong orang lain untuk menolak pengobatan konvensional dan mencoba terapi serupa. "Penderita kanker bisa sangat rentan untuk mencoba pengobatan yang belum terbukti," kata Sherkow.
Namun, ia juga menekankan pentingnya memastikan bahwa pengetahuan yang didapat dari eksperimen diri tidak hilang. Halassy sendiri menegaskan bahwa pengobatan dengan virus anti-kanker "bukanlah pendekatan pertama" yang seharusnya diambil dalam diagnosis kanker.
Halassy tidak menyesali keputusan untuk mengobati dirinya sendiri, ataupun perjuangannya untuk mempublikasikan temuan ini. Ia merasa bahwa kemungkinan orang lain akan meniru tindakannya sangat kecil, karena pengobatan ini memerlukan pengetahuan dan keterampilan ilmiah yang tinggi. Pengalaman tersebut justru memberi arahan baru pada penelitian yang ia lakukan: pada bulan September lalu, ia mendapat pendanaan untuk meneliti OVT dalam pengobatan kanker pada hewan peliharaan. "Fokus laboratorium saya benar-benar berubah berkat pengalaman positif dalam perawatan diri saya," ungkap Halassy.
Kasus Beata Halassy menyoroti potensi dan kontroversi dalam penggunaan terapi virus untuk kanker, serta pertanyaan etika seputar eksperimen diri. Meski masih dalam tahap eksperimen, perawatan ini menawarkan perspektif baru dalam pengobatan kanker, sekaligus membuka diskusi penting mengenai peran ilmuwan dalam mengeksplorasi solusi medis yang belum teruji.
0 Komentar
Kasur Bayi Bisa Bahayakan Otak Anak? Ini Fakta Mengejutkan yang Wajib Diketahui Para Orang Tua!
Mau Tekanan Darah Stabil Tanpa Ribet? Rahasia Sederhana Ini Lebih Ampuh dari Cuma Kurangi Garam!
Cuaca Ekstrem Bikin Kita Doyan Lemak? Ini Fakta Mengejutkannya!
Kaki Sering Dingin dan Berat? Waspada, Bisa Jadi Tanda Masalah Serius di Pembuluh Darah!
Leave a comment