Jadwal BAB Bisa Menjadi Indikator Kesehatan Jangka Panjang

25 Maret 2025 14:53
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Frekuensi BAB yang terlalu jarang dapat mempengaruhi keseimbangan mikroba di dalam usus.

Sahabat.com - Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Cell Reports Medicine menunjukkan bahwa jadwal buang air besar (BAB) berperan penting terhadap kondisi fisik dan kesehatan jangka panjang. Idealnya, frekuensi BAB adalah satu hingga dua kali sehari.

Penelitian sebelumnya juga mengidentifikasi hubungan antara masalah pencernaan seperti sembelit dan diare dengan peningkatan risiko infeksi serta gangguan neurodegeneratif.

Namun, temuan ini didasarkan pada observasi terhadap pasien yang sedang sakit, sehingga masih belum jelas apakah ketidakteraturan jadwal BAB menjadi penyebab atau akibat dari masalah kesehatan tertentu.

Penulis studi senior, Sean Gibbons, dari Institute for System Biology, berharap penelitian ini dapat meningkatkan kesadaran para dokter tentang potensi risiko kesehatan yang terkait dengan frekuensi BAB yang tidak teratur. Ia mengungkapkan bahwa banyak dokter yang memandang masalah BAB tidak teratur hanya sebagai gangguan ringan.

Dalam studi ini, tim peneliti mengumpulkan data biologis, klinis, dan gaya hidup dari 1.400 relawan dewasa yang sehat tanpa tanda-tanda penyakit. Data yang dikumpulkan meliputi faktor-faktor seperti kimia darah, mikrobioma usus, serta genetika. 

Berdasarkan laporan peserta mengenai frekuensi BAB mereka, peneliti membagi kelompok peserta menjadi empat kategori: sembelit (BAB kurang dari dua kali seminggu), normal-rendah (tiga hingga enam kali seminggu), normal-tinggi (satu hingga tiga kali sehari), dan diare.

Frekuensi BAB yang terlalu jarang dapat mempengaruhi keseimbangan mikroba di dalam usus. Proses fermentasi serat oleh mikroba menghasilkan asam lemak rantai pendek yang bermanfaat, namun bila mikroba mencerna protein berlebihan, dapat menghasilkan racun yang membebani ginjal. 

Bahkan pada orang sehat dengan sembelit, kadar racun ini ditemukan meningkat dalam aliran darah, yang berpotensi membebani ginjal.

Pada kasus diare, peneliti menemukan adanya indikator peradangan dan kerusakan hati. Selama diare, tubuh mengeluarkan asam empedu berlebihan yang kemudian harus diolah kembali oleh hati untuk membantu proses pencernaan.

Gibbons menjelaskan bahwa bakteri baik yang berperan dalam pencernaan serat berfungsi optimal dalam "zona Goldilocks," yakni dengan frekuensi BAB yang teratur, yaitu satu hingga dua kali sehari. Meskipun demikian, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memastikan rentang frekuensi BAB yang paling sehat.

Secara umum, orang yang lebih muda, wanita, dan dengan indeks massa tubuh lebih rendah cenderung memiliki frekuensi BAB yang lebih jarang. Gibbons menambahkan bahwa perbedaan hormonal dan neurologis antara pria dan wanita mungkin mempengaruhi pola BAB ini.

Penelitian ini juga menemukan bahwa makan lebih banyak buah dan sayuran, menjaga hidrasi dengan cukup air, berolahraga secara teratur, dan mengonsumsi lebih banyak makanan berbasis tumbuhan berperan penting dalam menjaga kesehatan pencernaan.

Langkah selanjutnya dalam riset ini mungkin adalah merancang uji klinis untuk mengkaji peran pengaturan frekuensi BAB dalam pencegahan berbagai penyakit dalam jangka panjang.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment