Kecemasan Generasi Digital: Perempuan Muda di Tengah Krisis Seksisme Daring!

08 Oktober 2024 14:38
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Survei menunjukkan bahwa 85% responden mengalami seksisme dalam kehidupan sehari-hari, dengan lebih dari setengahnya mengalaminya melalui komentar seksis di dunia nyata, dan hampir tiga perempat di dunia maya.

Sahabat.com - Sejumlah penelitian terbaru menunjukkan bahwa banyak anak perempuan dan perempuan muda tetap aktif di media sosial meskipun menghadapi risiko seksisme dan cyberstalking. 

Survei oleh Girlguiding yang melibatkan lebih dari 2.000 responden usia 11 hingga 21 tahun mengungkapkan bahwa fenomena "fear of missing out" (FOMO) mendorong lebih dari separuh peserta untuk tetap menggunakan aplikasi seperti TikTok, Snapchat, dan WhatsApp. 

Meskipun hampir satu dari lima responden mengaku pernah menjadi korban stalking daring, serta lebih dari sepertiga melaporkan melihat gambar-gambar seksual yang tidak diinginkan, ketergantungan terhadap media sosial tetap tinggi.

Temuan ini juga mencatat peningkatan kejadian kedua bahaya daring dari tahun ke tahun. Sekitar 50% dari responden merasa cemas mengenai masa depan mereka, dan hanya 25% yang merasa sangat percaya diri dengan kehidupan mereka saat ini. Meski begitu, hanya 37% yang merasakan koneksi yang kuat secara daring, angka yang menurun dalam empat tahun terakhir.

Temuan ini muncul bersamaan dengan gerakan yang dilakukan oleh orang tua dan sekolah untuk menerapkan "masa kanak-kanak tanpa telepon pintar," di tengah data yang menunjukkan bahwa hanya 10% anak berusia 12 tahun di Inggris yang tidak memiliki telepon pintar sendiri.

Jiya, seorang advokat berusia 17 tahun dari Girlguiding, menjelaskan bahwa tekanan untuk memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis dan normalisasi seksisme membuat banyak anak perempuan merasa rentan. 

"Berada di internet sepanjang waktu memperkuat perasaan ini. Meskipun kita 'lebih terhubung', kita juga lebih rentan terhadap penilaian dan perbandingan, yang pada akhirnya mengikis kepercayaan diri," ujarnya.

Survei menunjukkan bahwa 85% responden mengalami seksisme dalam kehidupan sehari-hari, dengan lebih dari setengahnya mengalaminya melalui komentar seksis di dunia nyata, dan hampir tiga perempat di dunia maya. Hal ini berdampak pada rasa aman mereka, di mana 47% responden merasa kurang aman akibat seksisme, angka yang dua kali lipat dari 10 tahun yang lalu.

Angela Salt, kepala eksekutif Girlguiding, menyatakan keprihatinannya tentang rendahnya kepercayaan diri anak perempuan. 

“Seksisme terus menyebar, membuat banyak anak perempuan merasa rentan dan tidak aman,” katanya. Dia menekankan pentingnya mendengarkan suara anak perempuan dalam upaya mencari solusi.

Kementerian Dalam Negeri Inggris berencana untuk mengklasifikasikan misogini ekstrem sebagai bentuk ekstremisme dan telah memulai tinjauan untuk menangani masalah ini. Girlguiding juga menyerukan adanya sumber daya pendidikan mengenai hubungan, seks, dan kesehatan di sekolah untuk mengatasi seksisme dan mendorong hubungan yang lebih sehat.

Di sisi positif, 44% anak perempuan dan perempuan muda berusia 7 hingga 21 tahun merasa optimis tentang masa depan mereka.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment