Kelelahan di Siang Hari Bisa Menjadi Tanda Awal Penurunan Kognitif

07 November 2024 12:25
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Orang dewasa lanjut usia yang mengalami kelelahan di siang hari atau merasa kurang termotivasi akibat masalah tidur berisiko lebih tinggi untuk mengembangkan sindrom yang terkait dengan demensia.

Sahabat.com - Orang tua yang sering merasa mengantuk dan kehilangan minat dalam beraktivitas mungkin menghadapi risiko meningkat terkait sindrom yang berhubungan dengan demensia. Temuan ini berasal dari sebuah studi yang menunjukkan hubungan kuat antara masalah tidur dengan perkembangan sindrom risiko kognitif motorik (MCR), yang bisa menjadi indikasi penurunan kognitif di masa depan. Penyaringan masalah tidur bisa menjadi jalan untuk perawatan pencegahan.

Orang dewasa lanjut usia yang mengalami kelelahan di siang hari atau merasa kurang termotivasi akibat masalah tidur berisiko lebih tinggi untuk mengembangkan sindrom yang terkait dengan demensia. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Neurology pada 6 November 2024, yang merupakan jurnal medis dari American Academy of Neurology.

Sindrom yang disebut sebagai Motoric Cognitive Risk Syndrome (MCR) ini ditandai dengan penurunan kecepatan berjalan dan masalah memori yang dilaporkan, meskipun belum sampai pada disabilitas mobilitas atau demensia. MCR seringkali muncul sebelum gejala demensia terdeteksi.

Studi ini menemukan bahwa individu yang mengalami kelelahan berlebih di siang hari dan kurang antusias beraktivitas lebih mungkin mengembangkan MCR dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami masalah tidur tersebut. Meskipun studi ini tidak menetapkan hubungan sebab-akibat, namun temuan ini menunjukkan adanya keterkaitan antara masalah tidur dan peningkatan risiko mengembangkan MCR.

"Temuan kami menekankan pentingnya penyaringan masalah tidur," kata Victoire Leroy, MD, PhD, penulis studi dari Albert Einstein College of Medicine di Bronx, New York. 

"Ada potensi bagi individu untuk mendapatkan bantuan untuk masalah tidur mereka, yang dapat mencegah penurunan kognitif di kemudian hari." lanjutnya.

Studi ini melibatkan 445 orang dengan usia rata-rata 76 tahun yang tidak menderita demensia. Para peserta diminta mengisi kuesioner tentang masalah tidur pada awal penelitian. Mereka juga diminta melaporkan masalah memori dan mengukur kecepatan berjalan menggunakan treadmill pada awal studi, serta setiap tahunnya selama rata-rata tiga tahun.

Kuesioner tidur mencakup pertanyaan seperti seberapa sering peserta mengalami gangguan tidur, seperti terbangun di tengah malam, kesulitan tidur dalam waktu 30 menit, merasa terlalu panas atau dingin, atau mengonsumsi obat tidur. Selain itu, ada pertanyaan mengenai seberapa sering peserta merasa sulit tetap terjaga saat mengemudi, makan, atau beraktivitas sosial. Pertanyaan lain mengukur tingkat antusiasme, yakni seberapa sulit bagi peserta untuk tetap termotivasi dalam menyelesaikan aktivitas sehari-hari.

Dari total 445 peserta, 177 orang teridentifikasi sebagai pemburu tidur buruk, sementara 268 orang lainnya teridentifikasi sebagai pemburu tidur baik. Pada awal studi, 42 peserta sudah menunjukkan tanda-tanda sindrom risiko kognitif motorik. Selama studi berlangsung, 36 orang lainnya mengembangkan sindrom tersebut.

Di antara mereka yang mengalami kelelahan berlebih di siang hari dan kurang antusias, sebanyak 35,5% mengembangkan MCR, dibandingkan dengan hanya 6,7% pada mereka yang tidak mengalami masalah tidur tersebut. Setelah peneliti melakukan penyesuaian terhadap faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi risiko sindrom, seperti usia, depresi, dan kondisi kesehatan lainnya, mereka menemukan bahwa orang dengan kelelahan berlebihan dan kurangnya antusiasme lebih dari tiga kali lebih mungkin mengembangkan sindrom tersebut dibandingkan mereka yang tidak mengalami masalah tidur.

"Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memahami hubungan antara masalah tidur dan penurunan kognitif, serta peran yang dimainkan oleh sindrom risiko kognitif motorik," kata Leroy. 

"Kami juga membutuhkan studi untuk menjelaskan mekanisme yang menghubungkan gangguan tidur ini dengan sindrom risiko kognitif motorik dan penurunan kognitif." imbuhnya.

Namun, keterbatasan dari studi ini adalah bahwa para peserta melaporkan informasi tidur mereka sendiri, sehingga mungkin ada kemungkinan ketidakakuratan dalam laporan tersebut.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment