Lonjakan Kasus Parvovirus B19 di Jepang: Wabah Mengancam hingga 2025

16 Desember 2024 19:33
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Penyakit ini, yang ditandai oleh ruam merah khas di pipi, telah menyebar luas di wilayah Kanto, Jepang timur, serta area lainnya. Wabah besar pertama kali terjadi sejak 2019, dan Japan Society for Infectious Diseases in Obstetrics and Gynecology (JSIDOG) memperingatkan potensi epidemi nasional hingga tahun 2025.

Sahabat.com - Kasus parvovirus B19, penyebab eritema infeksiosum atau dikenal sebagai slapped cheek syndrome (sindrom pipi tertampar) atau fifth disease (penyakit kelima), meningkat signifikan di Jepang. 

Penyakit ini, yang ditandai oleh ruam merah khas di pipi, telah menyebar luas di wilayah Kanto, Jepang timur, serta area lainnya. Wabah besar pertama kali terjadi sejak 2019, dan Japan Society for Infectious Diseases in Obstetrics and Gynecology (JSIDOG) memperingatkan potensi epidemi nasional hingga tahun 2025.

Dampak pada Ibu Hamil dan Anak-Anak

Parvovirus B19 memiliki dampak serius pada ibu hamil, meningkatkan risiko keguguran dan komplikasi pada janin, terutama jika infeksi terjadi untuk pertama kalinya selama kehamilan. 

Anak-anak juga rentan terhadap penyakit ini, yang cenderung muncul kembali setiap empat hingga lima tahun. Penularannya terjadi melalui droplet pernapasan dari batuk atau bersin, serta penggunaan barang bersama.

Gejala awal menyerupai flu biasa, diikuti oleh ruam merah di kedua pipi yang berlangsung sekitar satu minggu.

Data Penyebaran dan Tingkat Infeksi

Menurut laporan dari sekitar 3.000 fasilitas medis di Jepang, peningkatan kasus mulai terlihat sejak Agustus. Pada minggu 25 November hingga 1 Desember, rata-rata kasus mencapai 0,89 per institusi medis di seluruh negeri, naik 70% dari minggu sebelumnya. 

Wilayah Tokyo Raya mencatat tingkat infeksi tertinggi, dengan Prefektur Saitama melaporkan 3,49 kasus per institusi medis, Tokyo 3,02, Kanagawa 2,17, dan Chiba 2,1. Imbauan kesehatan telah dikeluarkan untuk daerah-daerah tersebut.

Risiko pada Janin dan Upaya Pencegahan

JSIDOG memperkirakan 20–50% ibu hamil di Jepang telah memiliki antibodi terhadap virus ini. Namun, infeksi pertama selama kehamilan tetap berisiko tinggi, dengan kemungkinan keguguran atau lahir mati sebesar 6%, serta risiko anemia atau pembengkakan janin sebesar 4%.

Dr. Hideto Yamada, direktur JSIDOG sekaligus kepala Pusat Keguguran Berulang di Rumah Sakit Teine Keijinkai, Sapporo, menekankan pentingnya pencegahan, terutama bagi ibu hamil. 

“Wanita hamil sering tertular dari anak-anak, suami, atau anggota keluarga lainnya,” jelasnya. 

Ia merekomendasikan langkah pencegahan seperti mencuci tangan, memakai masker, dan menghindari kontak dekat selama wabah.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment