Memberikan Cokelat untuk Mengendalikan Tantrum Dapat Merugikan Kesehatan dan Kesejahteraan Emosional Anak Anda

07 Januari 2025 17:52
Penulis: Alamsyah, lifestyle
Studi ini menemukan bahwa orang tua yang menggunakan strategi seperti itu cenderung memiliki anak yang kesulitan dalam mengatur emosi mereka secara efektif.

Sahabat.com - Menghadapi tantrum anak bisa menjadi pengalaman yang menantang dan seringkali melelahkan bagi orang tua. Entah itu anak Anda mengganggu saat Anda sedang melakukan tugas penting atau meminta sesuatu yang tidak perlu, situasi ini dapat cepat menjadi stres. Untuk menenangkan mereka atau menghindari tuntutan yang tidak masuk akal, Anda mungkin merasa cara yang mudah adalah dengan memberikan makanan manis atau cokelat sebagai pengalih perhatian.

Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa menggunakan makanan sebagai alat untuk mengendalikan emosi anak dapat berdampak jangka panjang yang tidak diinginkan, terutama dalam hal kesejahteraan emosional dan kebiasaan makan mereka.

Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Appetite mengungkapkan hubungan antara praktik pengendalian makanan yang bersifat memaksa, seperti memberikan makanan manis untuk menenangkan emosi, dan hasil negatif pada anak-anak usia dini. Penelitian yang dipimpin oleh tim psikolog dari Universitas Florida ini mengungkapkan bahwa orang tua yang menggunakan makanan untuk mengendalikan emosi anak mereka berpotensi mengembangkan regulasi emosi yang buruk dan mendorong perilaku makan emosional yang tidak sehat, terutama pada anak-anak prasekolah.

Dampak Praktik Pengendalian dengan Makanan

Pengendalian memaksa adalah istilah psikologis yang digunakan untuk menggambarkan upaya pengasuh untuk mengendalikan emosi anak melalui metode yang keras atau manipulatif. Dalam hal makanan, ini merujuk pada praktik menggunakan makanan tertentu, seringkali yang manis atau tidak sehat, untuk menenangkan, mengalihkan perhatian, atau memberi hadiah kepada anak yang sedang stres.

Studi ini menemukan bahwa orang tua yang menggunakan strategi seperti itu cenderung memiliki anak yang kesulitan dalam mengatur emosi mereka secara efektif. Alih-alih belajar mengelola perasaan frustrasi, marah, atau sedih dengan cara yang sehat, anak-anak yang terpapar taktik yang berhubungan dengan makanan lebih cenderung mengandalkan makanan sebagai mekanisme untuk menghadapi masalah. Makan berlebihan karena emosi ini, yang sering dipicu oleh stres atau perasaan negatif, bisa berlanjut hingga fase kehidupan selanjutnya, yang berpotensi menyebabkan masalah seperti obesitas pada anak atau gangguan makan.

Peneliti juga mencatat bahwa anak-anak ini lebih cenderung mengembangkan hubungan yang kompleks dengan makanan, melihatnya sebagai sumber kenyamanan alih-alih gizi. Seiring berjalannya waktu, hal ini dapat meningkatkan kemungkinan berkembangnya kebiasaan makan yang tidak sehat yang bisa bertahan hingga dewasa.

Bagaimana Mengatasi Makan Emosional pada Anak

Meskipun dapat dimengerti bahwa orang tua ingin menenangkan anak mereka yang sedang merasa cemas, para ahli menyarankan pendekatan yang lebih seimbang untuk mengelola emosi. Alih-alih memberikan makanan manis seperti cokelat atau permen, yang mungkin memberikan rasa puas sesaat namun pada akhirnya memperkuat kebiasaan tidak sehat, orang tua dianjurkan untuk menggunakan strategi pengendalian diri yang lebih baik.

- Validasi emosi: Mengajarkan anak untuk mengakui perasaan mereka adalah langkah pertama yang penting. Dengan memvalidasi perasaan mereka, apakah itu marah, frustrasi, atau sedih, orang tua dapat membantu anak untuk memproses emosinya tanpa harus bergantung pada makanan sebagai sumber kenyamanan.

- Berikan penghargaan non-makanan: Tawarkan alternatif selain makanan sebagai penghargaan atas perilaku baik atau sebagai pengalih perhatian saat situasi sulit. Misalnya, anak bisa dihargai dengan waktu bermain lebih lama, kegiatan favorit, atau chart stiker. Penghargaan non-makanan ini membantu membangun hubungan yang lebih sehat dengan makanan.

- Promosikan kebiasaan makan sehat: Ajak anak untuk mengembangkan hubungan yang sehat dengan makanan dengan menyediakan pilihan makanan bergizi dan menetapkan waktu makan yang konsisten. Anak-anak lebih cenderung memilih makanan sehat ketika mereka melihat orang tua mereka memberikan contoh kebiasaan makan yang positif.

- Ajarkan keterampilan pengaturan diri: Bantu anak untuk membangun ketahanan emosional dengan mengajarkan mereka cara-cara untuk mengatur diri sendiri. Ini bisa mencakup teknik seperti menarik napas dalam-dalam, menghitung sampai sepuluh, atau mencari ruang tenang untuk menenangkan diri. Seiring berjalannya waktu, strategi ini akan membantu anak belajar bagaimana mengelola emosinya tanpa bergantung pada makanan.

- Mencari bantuan profesional: Jika makan emosional menjadi masalah yang terus-menerus, mencari bantuan dari psikolog anak atau ahli diet bisa sangat bermanfaat. Mereka dapat membantu mengatasi akar masalah makan emosional dan mengembangkan strategi yang disesuaikan untuk mempromosikan kebiasaan emosional dan makan yang lebih sehat.

Memberikan cokelat atau makanan manis lainnya untuk menenangkan tantrum anak mungkin tampak seperti solusi cepat pada saat itu, namun dampak jangka panjangnya bisa lebih merugikan daripada yang kita sadari. Seperti yang ditunjukkan dalam studi ini, menggunakan makanan sebagai cara untuk mengendalikan emosi dapat mengganggu perkembangan emosional dan menyebabkan pola makan yang tidak sehat, yang bisa berlanjut hingga dewasa.

Orang tua dapat memainkan peran penting dalam membantu anak-anak mereka membangun hubungan yang sehat dengan makanan dengan mempromosikan teknik regulasi emosi dan memberikan penghargaan yang bukan berbasis makanan. Dengan bimbingan yang tepat, anak-anak dapat belajar mengelola emosinya dengan cara yang tidak bergantung pada makanan, sehingga membentuk kebiasaan yang lebih sehat dan ketahanan emosional saat mereka tumbuh.

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment