Sahabat.com - Harapan hidup orang dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) bisa lebih pendek hingga delapan tahun dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tidak memiliki kondisi tersebut, menurut sebuah studi terbaru.
Penurunan harapan hidup ini diperkirakan berhubungan dengan perilaku berisiko dan faktor gaya hidup yang seringkali menyertai ADHD.
Penelitian yang dipublikasikan dalam British Journal of Psychiatry menunjukkan bahwa orang dengan ADHD, yang mempengaruhi sekitar 7% populasi global, menghadapi tantangan dalam pengelolaan kondisi yang mengganggu perhatian, pengendalian dorongan, dan kestabilan emosional ini. ADHD yang sering berlangsung hingga dewasa, dapat berdampak buruk terhadap kesehatan secara keseluruhan.
Para peneliti menganalisis data dari lebih dari 30.000 orang dewasa yang didiagnosis ADHD, membandingkannya dengan lebih dari 300.000 orang dalam kelompok kontrol. Hasilnya menunjukkan bahwa pria dengan ADHD mengalami penurunan harapan hidup sekitar 6,8 tahun, sementara wanita dengan ADHD mengalami penurunan sekitar 8,6 tahun.
Meski wanita umumnya memiliki harapan hidup yang lebih panjang daripada pria, temuan ini mengindikasikan bahwa ADHD mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada tingkat kematian wanita. Peneliti masih berusaha untuk memahami hal ini lebih dalam.
ADHD sendiri tidak mengancam jiwa, tetapi faktor-faktor yang menyertainya berisiko memperpendek umur penderitanya. Perilaku impulsif dan ketidakmampuan mengendalikan emosi seringkali memengaruhi pengambilan keputusan, seperti kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku berisiko tinggi. Individu dengan ADHD lebih mungkin mengalami kecelakaan lalu lintas, kecelakaan lainnya, serta memiliki tingkat penyalahgunaan zat yang lebih tinggi.
Selain itu, banyak orang dengan ADHD kesulitan dalam menjaga stabilitas hidup seperti perumahan, finansial, serta kesehatan mental. Mereka seringkali tidak teratur dalam memantau kondisi kesehatan atau mengikuti anjuran dokter. ADHD juga terkait dengan peningkatan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan.
Peneliti mengakui bahwa studi ini memiliki keterbatasan, seperti hanya memperhitungkan individu yang sudah terdiagnosis ADHD. Banyak orang dengan ADHD tidak terdiagnosis, yang dapat memengaruhi akurasi hasil penelitian. Selain itu, perbedaan sistem kesehatan antara Inggris dan negara lain, seperti Amerika Serikat, juga dapat memengaruhi hasilnya.
Meskipun risiko kematian lebih tinggi, diagnosis ADHD tidak berarti akhir dari kehidupan yang panjang. Para ahli menyarankan pengelolaan ADHD yang komprehensif, yang meliputi pengobatan dan strategi perilaku untuk mengatur rutinitas sehari-hari.
Pengobatan, seperti penggunaan stimulan, dapat membantu mengurangi gejala ADHD. Namun, penanganan ADHD juga memerlukan pendekatan yang lebih holistik, seperti pengaturan hidup yang terstruktur, bekerja dengan profesional seperti psikiater dan terapis, serta melibatkan dukungan keluarga dan lingkungan.
“Strategi penanganan yang disesuaikan dengan kekuatan dan tantangan pasien dapat memberikan dampak positif yang besar,” kata Dr. Michelle Dees, seorang psikiater.
0 Komentar
Manikur Rusia: Tren Kecantikan yang Memiliki Risiko Kesehatan
Orang dengan ADHD Berisiko Meninggal Lebih Cepat
Kesalahan yang Mungkin Anda Lakukan dalam Mengonsumsi Sayuran Beku dan Cara Menghindarinya
Studi WHO: Ponsel Tidak Berhubungan dengan Kanker
Pengalaman Buruk Masa Kecil Anak Sulung Ternyata Berdampak pada Kesehatan Mental Saudara Kandung
Olahraga Sedang Dapat Menurunkan Nafsu Makan pada Pria Obesitas
Leave a comment